Mudik lebaran kembali dilarang, sebagai upaya serius pemerintah untuk menekan laju penularan Covid 19. Indonesia memang belum betul-betul aman dari Covid 19 meskipun grafik penularannya telah melandai dan upaya untuk pencegahan melalui vaksinasi sedang berjalan. Berkaca dengan beberapa kejadian sebelumnya, malah peningkatan penularan terjadi pasca masa liburan.
Kebijakan yang tidak popular ini, riuh-rendah mendapatkan komentar dari berbagai pihak. Pemudik pasti dan pengusaha perjalanan serta akomodasi apalagi. Mereka menjadi terdampak nomor satu merasa dirugikan akibat kebijakan ini.
Sebuah kebijakan yang memang sulit untuk dibuat, namun apapun implikasinya harus tetap dilaksanakan karena menyangkut masalah utama yaitu keselamatan warga negara. Tidak ada hukum tertinggi kecuali keselamatan warga negara atau lebih dikenal dengan "Salus Populi Suprema Lex Esto"
Pada prinsip bernegara, ini merupakan hal yang sangat penting untuk diambil. Dan pastinya harus mendapat perhatian dan pengertian dari semua pihak. Namun apakah kebijakan larangan mudik lebaran ini efektif?
Berdasarkan Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Selama Bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah, bahwa larangan mudik lebaran berlaku mulai pada tanggal 6 sampai dengan 17 Mei 2021. Ada juga sanksi yang dituliskan dalam Surat Edaran tersebut.
Tapi, bukan masyarakat Indonesia namanya, jika tidak gigih. Berdasarkan pengamatan lapangan bahwa ternyata sebelum tanggal larangan tersebut tiba, pemudik telah bergerak untuk mudik. Perjuangan untuk mudik rupanya bukti begitu merekatnya emosional masyarakat terhadap suasana kampung halamannya. Covid 19 dianggap hanya rintangan yang sama dengan rintangan lainnya ketika susahnya proses mudik itu sendiri.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang biasa menderita. Mereka meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib. Kampung halaman yang dicintai harus ditinggalkan sementara, demi kehidupan yang lebih layak. Ketika mudik itulah mereka dapat bersua dengan orang-orang yang ditinggalkan. Momen dimana keindahan pertemuan dapat menyentuh emosional pemudik di kampung halamannya.
Penularan Covid 19 perlu diwaspadai pada lokasi keramaian. Maka pencegahan yang baik seharusnya bagaimana mengendalikan keramaian. Memberikan pengawasan dan pengetatan pada stasiun, bandara, pasar dan lokasi-lokasi keramaian lainnya, serta pengawasan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan.Â
Jangan-jangan larangan mudik bukan solusi, tidak mudikpun ternyata keramaian terjadi di pasar-pasar yang memang menyediakan kebutuhan selama puasa dan lebaran, seperti di Pasar Tanah Abang yang terjadi pada pekan ini.
Betapa banyak bantuan perantau untuk pembangunan di kampung, yang tidak terinventarisir dengan baik, namun swadaya itu sangat dirasakan oleh warga di kampung/ desa. Â