Mohon tunggu...
Bens Benedicts
Bens Benedicts Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Jendela Hati
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Adventures untuk Kata Hati sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panggil Aku Salamun

2 Oktober 2019   20:40 Diperbarui: 2 Oktober 2019   20:41 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
( Foto : Evi - Dokpri )

Salamun, lelaki kelahiran Purwokerto tepatnya 22 Juni 1950, memiliki segudang cerita. Dan siapa warga Kota Purwokerto yang tak mengenal dia, sebagai 'penambal ban' kawakan yang mempunyai bengkel di Pasar Kebondalem depan Toserba Matahari Purwokerto.

Salamun, sebagai putra sulung 5 bersaudara pasangan Almarhum Sardja dan Almarhumah Parni, memulai mengenal tambal ban tahun 1966 dengan membantu almarhum bapaknya, dan pada tahun 1969 dia memulai pekerjaannya sendiri.

Loyalitas dan disiplin selalu diterapkan dalam jiwa lelaki tangguh ini.

"Kunci hidup itu selalu semangat, yakin pada diri sendiri," filosofi pribadi dia.

Usia pasca 70 tahun bukanlah usia yang mudah, rentan dengan penyakit. Namun dia selalu disiplin, berangkat jam 06.00 pagi hingga tutup bengkel jam 23.00 malam.

"Kalau bangun kesiangan, kasian orang-orang yang mau mompa ban sepeda, sepeda motor atau mobil. Apalagi yang bocor ban nya, mereka jadi terhambat aktifitasnya," katanya
" Jam-jam pagi justru sangat ramai orang datang ke bengkel, saya memang mencari uang, tetapi bukan uangnya, tujuan saya adalah membantu perjalanan mereka," imbuhnya.

Sebagai orang Jawa, Salamun juga memegang teguh prinsip 'tepo-sliro' pada sesama, sering saat hendak tutup bengkelnya, tiba-tiba datang orang minta tolong ditambal ban, dia pun lalu membuka bengkelnya kembali.

Dan dia pun sering tidak meminta upah atau pengganti ban jika orang yang datang benar-benar tidak punya uang.

"Rejeki sudah diatur Tuhan, yang penting yakin dan ikhlas menolongnya," tambahnya.

Tak terasa 50 tahun sudah dia mengabdikan diri sebagai penambal ban, tanpa terasa dia telah memiliki sebidang rumah cukup besar hasil dari jerih payahnya serta tanpa dirasakan olehnya bisa menafkahi 6 putra-putrinya hingga memberikan 9 orang cucu. Di antara 3 orang anak lelakinya mewarisi profesi yang sama dan kerap membantu dia.

Salamun, lelaki tua yang tak mengenal usia, terus bekerja dari pekerjaan yang meski dipandang sepele namun sangat vital bidang transportasi.

Banyak orang mengenal sosok lelaki tua ini, dengan gaya bahasa Ngapak yang khas bahkan sedikit berkesan kasar, tapi itulah seseorang yang 'blaka-suta' atau apa adanya ciri khas orang Purwokerto.

Asyik memang mengenal dia, polos dan ceplas-ceplos, namun dibalik itu kedermawanan dia sudah banyak yang mengetahuinya.

Mungkin suatu saat, Pemerintah Kabupaten Banyumas bisa mengundangnya, memberikan apresiasi atas dedikasi warganya yang mempunyai sejarah tersendiri, penambal ban fenomenal Kota Purwokerto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun