Film Ki & Ka merupakan sebuah film bergenre komedi romantis tentang kisah pernikahan 'luar biasa' yang dirilis pada tahun 2016. Ditulis, disutradarai, dan diproduksi oleh R.Balki yang merupakan salah seorang pembuat film terkenal di India. Bintang utama dalam film ini mestinya sudah tidak asing lagi di telinga kita, yakni Kareena Kapoor Khan yang berperan sebagai Kia Sahni dan Arjun Kapoor yang memerankan Kabir Bansal.
Sinopsis Film
Film ini mengisahkan hiruk-pikuk rumah tangga antara Kia dan Kabir yang dibumbui oleh stigma budaya dan gender. Kia dikisahkan sebagai seorang wanita yang bermotivasi tinggi, dan bercita-cita untuk sukses di dunia bisnis. Ia juga berharap bahwa dirinya dapat memberikan inspirasi bagi wanita-wanita lain untuk selalu berusaha dan bersemangat di bidangnya. Di sisi lain, Kabir digambarkan sebagai seorang yang tak ambisius, anak dari kontraktr bangunan yang sukses. Kabir tak ingnin mengambil alih perusahaan ayahnya ataupun mewarisi kekayaannya.
Pada suatu kesempatan, mereka berdua bertemu dan dengan cepat menjadi akrab, seiring berjalannya waktu, mereka berdua pun saling jatuh cinta. Mereka berdua saling mengerti satu sama lain, Kabir yang ingin tinggal di rumah dan Kia yang ingin mengejar jenjang karir di perusahaan tempat ia bekerja. Mereka berdua pada akhirnya menikah dan Kabir tinggal di rumah mertuanya, karena ayahnya Kabir tidak menyetujui hal tersebut.
Pernikahan mereka dinilai tak lazim, di mana Kabir menangani urusan rumah tangga (domestik) dan Kia menjadi pencari nafkah utama (publik). Karir Kia pun meningkat pesat sehingga ia diwawancarai atas kesuksesannya. Saat diwawancarai, Kia menyebutkan pernikahannya yang 'tidak biasa' dan peran suaminya dalam rumah tangga mereka. Sang pewawancara pun terkesan dengan hal ini, lalu Ia menginginkan sebuah pertemuan dengan Kabir. Tak lama setelah itu, akhirnya Kabir diwawancarai, Kabir menjelaskan bahwa tidak masalah jika Ki (kata ganti feminin dalam bahasa Hindi) berperan sebagai Ka (kata ganti maskulin dalam bahasa Hindi), dan Ka berperan sebagai Ki.
Alhasil, wawancara tersebut diterima dengan sangat baik dan Kabir diminta untuk mengadakan lebih banyak seminar dan pidato tentang kesetaraan gender dan pernikahan modern. Namun sayangnya jadwal Kabir yang menjadi semakin padat menyebabkan munculnya ketegangan dalam pernikahan, salah satunya ialah membuat Kia menjadi iri dengan ketenaran baru suaminya. Kia pun menuduh Kabir bahwa Ia telah menggunakan hubungan mereka hanya untuk mendapatkan pengakuan dan publisitas, Kia juga meminta Kabir untuk berhenti tampil di depan umum.
Ketika Kia sedang berada di AS untuk menghadiri acara kerja, Kabir pun diundang ke acara reuni di kampusnya. Kabir ditekan oleh seorang temannya untuk memberikan wawancara lagi dan disiarkan di TV. Aktris film Jaya Bachchan melihat wawancara ini, dan meminta suaminya, superstar Amitabh Bachchan untuk menelepon Kabir dan mengatur pertemuan dengannya. Jaya sangat terkesan dengan kisah pernikahan inkonvensional pasangan tersebut.
Kia menerima kabar pertemuan ini saat berada di AS dan hal ini malah menyebabkan lebih banyak pertengkaran antara Kia dan Kabir. Sementara itu, ibunda Kia dibawa ke rumah sakit setelah pingsan yang membuat Kia bergegas untuk kembali ke India. Sekembalinya ke rumah, Kia menuduh bahwa Kabir telah memanfaatkannya lagi, Kia mengatakan bahwa Kabir menggunakan hubungan mereka semata-mata hanya untuk keuntungannya sendiri. Kia lebih lanjut mengutuk Kabir karena mendapatkan ketenaran tanpa harus bekerja keras. Di sisi lain, Kia harus bekerja keras untuk mendapatkan ketenaran tersebut, namun perjuangannya selama ini Ia rasa tidak sebanding dengan ketenaran suaminya yang didapat dengan sekejap, Kia pun merasa bahwa kariernya yang sukses menjadi tidak diperhatikan.
Alhasil perasaan sedih dan campur aduk membuat Kabir tidak membela diri dan mulai berkemas untuk pergi. Tak lama setelah itu, Kia menemukan hadiah yang diberikan Jaya kepada Kabir untuk istrinya, dan juga surat yang ditulis oleh aktris tersebut, di mana dia mengucapkan selamat kepada pasangan tersebut dan mengatakan bahwa menjadi pria yang mengurus rumah tangga daripada bekerja adalah pilihan yang berani, tetapi untuk menjadi istri dari pria seperti itu adalah pilihan yang lebih sulit. Ibu Kia juga menanyakan tentang permasalahan rumah tangga putrinya tersebut. Ibu Kia menasehati Kia tentang sifat kecemburuannya dan mengatakan bahwa itulah alasan utama mengapa hubungan yang sebelumnya harmonis mulai retak dan muncul permasalahan.
Kia pun menyadari kesalahannya bahwa dia telah bersikap keras dan tidak adil terhadap Kabir. Lantas, Kia pun meminta maaf kepada Kabir atas perilaku dan temperamennya. Akhirnya, pasangan tersebut berkompromi dan berdamai dengan diakhiri rasa bahagia. Tak lama setelah itu, Ayah Kabir yang semulanya tidak menyetujui hubungan Kabir dan Kia, hatinya luluh oleh kerja keras, kecerdasan, dan semangatnya Kia dalam berbisnis. Ayahnya Kabir pun memutuskan untuk menjadikan Kia sebagai CEO perusahaannya.
Para ilmuwan sosial menggunakan konsep gender untuk menjelaskan perbedaan di antara perempuan dan laki-laki. Gender adalah konstruksi sosial budaya yang telah dipelajari dan disosialisasikan sejak anak-anak (Puspitawati, 2013: 1). Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal peran, fungsi, tanggung jawab, hak dan kewajiban, serta perilaku. Gender dibentuk oleh nilai sosial dan budaya masyarakat, serta adat istiadat lokal, yang dapat berubah seiring waktu. Secara singkat, istilah "gender" digunakan untuk mendikotomikan perbedaan dasar antara laki-laki dan perempuan. Gender dan jenis kelamin (sex) adalah istilah yang berbeda. Jenis kelamin didefinisikan sebagai kodrati, sedangkan gender didefinisikan sebagai bukan kodrati alias hasil konstruksi.
Gerakan feminisme memiliki tujuan utama untuk menghapus nilai-nilai patriarki yang dianggap kuno, yang merupakan awal dari konsep kesetaraan gender. Selain itu, kaum feminis berpendapat bahwa budaya patriarki bertanggung jawab atas ketidaksetaraan dan ketidakalidan yang dialami kaum perempuan terkait dengan kontrol dan kepemilikan sumber daya. Selama sistem patriarki bertahan, kesetaraan gender tidak akan tercapai. Kesetaraan gender adalah ketika laki-laki dan perempuan menikmati kesetaraan dalam hal status dan kondisi sehingga mereka dapat memanfaatkan sepenuhnya hak asasi mereka dan potensi untuk berkembang di setiap aspek kehidupan (Puspitawati, 2013: 4-5).
Dalam sistem sosial yang dikenal sebagai patriarki, laki-laki memiliki posisi sentral dan lebih tinggi daripada perempuan dalam semua aspek kehidupan baik itu sosial, budaya, dan ekonomi (Pinem, 2009). Patriarki juga diartikan sebagai sebuah sistem di mana laki-laki dianggap lebih berhak untuk mengatur hidup perempuan, karena perempuan dianggap tak berdaya (BZ Pebriaisyah et al., 2022). Ketimpangan gender dan patriarki merupakan dua hal yang saling berkaitan dan masih ada di masyarakat India hingga hari ini. Padahal Mahatma Gandhi sebagai salah satu tokoh nasional India telah menyerukan persamaan hak antara kaum perempuan dan laki-laki di India sejak zaman perjuangan kemerdekaan (Tedjo et al., 2021). Tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat menciptakan hierarki dan ketimpangan gender ini.
Di India, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang berbeda karena faktor tradisi yang sudah mengakar sehingga menyebabkan ketimpangan gender. Perempuan dipandang sebagai "manusia kelas dua" oleh struktur masyarakat India, yang mengakibatkan tindakan diskriminatif terhadap mereka dalam bidang sosial masyarakat India. Perempuan mengalami ketidakadilan, terutama dalam hal hak-hak dan "privileges" yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan.
Disebabkan oleh patriarki yang masih kuat di India, stereotip tentang peran gender pun muncul. Mereka percaya bahwa anak perempuan hanyalah beban dan tidak perlu sekolah karena pada akhirnya mereka akan menjadi properti suami mereka dan kembali ke dapur. Ini seharusnya merupakan bagian dari gender discrimination yang masih terjadi di India, terutama di daerah perkampungan. Karena budaya Hindu melekat pada struktur sosial India, itu juga sedikit berpengaruh terhadap perspektif masyarakat India, terutama tentang kesetaraan gender. Dalam masyarakat India, terdapat anggapan bahwa laki-laki memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan dalam hal-hal seperti tinggal di rumah, tidak boleh bekerja, dan mendahulukan laki-laki dalam hal pendidikan dan mencari nafkah.
Film ini tentu saja menafikkan paten-paten maupun dogma-dogma daripada gender role yang terbilang konservatif dan konvensional, khususnya pada masyarakat India yang masih terkenal patriarkis. Film ini seakan-akan menggugah tabir kehidupan di mana peran kelelakian maupun kewanitaan sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Stigma-stigma negatif terhadap lelaki 'domestik' dan perempuan 'publik' berusaha dihilangkan, karena alasan-alasan perkembangan zaman yang menyetarakan kedua pihak baik laki-laki maupun perempuan. Keduanya berhak untuk menentukan pilihan masing-masing dan tak hanya berpaku pada stigma peran gender semata.
Kia berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah, hal ini menyebabkan Kia menjadi seseorang yang pekerja keras dengan ego yang tinggi. Di film, Kia digambarkan sebagai wanita yang maskulin. Ayah Kia telah lama meninggal dunia, memiliki ibu single parent. Mendorong Kia menjadi wanita yang mandiri, workaholic, dan ambisius.Â
Kia juga tidak suka dibebankan oleh pernikahan, sehingga menikahi Kabir yang ingin mengurus urusan domestik menjadi pilihan tepat baginya. Di sisi lain, Kabir digambarkan sebagai anak orang kaya raya yang mudah sedih, lebih feminin, dan bercita-cita ingin menjadi ibu rumah tangga. Kabir tidak mau bergantung pada kekayaan ayahnya. Kabir sangat mengidolakan ibunya sehingga lebih emosional. Menurut Kabir, menjadi seorang bapak rumah tangga adalah sebuah hal yang luar biasa, karena baginya seseorang yang mengurus rumah tangga adalah seorang seniman sejati.
Pernikahan mereka terbilang inkonvensional dengan pertukaran peran tersebut. Ayah Kabir yang konservatif, menjunjung tinggi bahwa laki-laki harus menjadi seorang provider dan menganggap Kabir yang berperan seperti perempuan adalah aib. Namun Kia berpandangan sebaliknya, menurut Kia, pria sejati adalah pria yang mampu mengenali dirinya sendiri dan memiliki jati diri, tidak melulu harus mengikuti konsep pria dalam ranah konstruksi sosio-kultural.
Laki-laki maupun perempuan harus memiliki akses dan kesempatan yang sama dalam konteks pemenuhan hak dan kewajiban sebagai sesama manusia. Karena sejatinya dalam sebuah kehidupan, kita diciptakan oleh Tuhan untuk saling melengkapi. Saling melengkapi juga bukan berarti menjadi saling ketergantungan, terutama dalam hal-hal basic needs yang harus kita penuhi secara mandiri. Therefore, God create men and women to coexist not to compete.
Referensi
BZ Pebriaisyah, F., Wilodati, & Komariah, S. (2022). Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Keagamaan: Relasi Kuasa Kyai terhadap Santri Perempuan di Pesantren. 18(1), 33--42.
Pinem, S. (2009). Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Infomedia.
Puspitawati, H. (2013). KONSEP , TEORI DAN ANALISIS GENDER. Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia, 4, 1--13.
Tedjo, A. K., Ramadhan, M. D., Dirgantara, M. D., & Bahari, R. A. M. (2021). Tantangan Budaya dalam Mewujudkan Kesetaraan Gender di India dan Solusinya. Jurnal Hubungan Internasional, 14(1), 142. https://doi.org/10.20473/jhi.v14i1.13310
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H