Mohon tunggu...
roy samuel
roy samuel Mohon Tunggu... -

Just Feeling Nice to get in touch with people to understand more for PEACE.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haruskah Ku Bersandiwara dalam Pernikahanku?

30 Maret 2010   02:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:06 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kukenal dia waktu liburan kuliah kembali ke tanah air, dan mengenal indahnya wanita dalam kehidupan, sekaligus menjadi beban kala jauh dimata. Waktu tiba untuk pergi jauh darinya kembali kuliah ke Amerika. Hari dan tahun berganti cepat, 4 tahun sudah ku tak jumpa. Hidup sempat terasa indah sejenak tapi nyaris terjerat perih getir kehidupan jauh dari orang2 tercinta, keluarga dan teman. Sempat tali surat menyurat putus karena berat untuk sang wanita menanggung jalinan mesra jarak jauh seperti itu. Aku kembali hidup dalam keruh berkelana. Bekerja berat mencari uang dan ilmu. Dia kembali kepadaku sewaktu ku kembali pulang dengan hasil baik gelar Master ditanganku. Kusenang melihat kenyataan bahwa dia pun nyatanya masih mengingikan ku. Perkerjaan ku di Jakarta sangat menjajikan masa depan ku, posisiku tinggi. Tapi karena suasana sosial politik yang tidak menentu, aku memutuskan untuk pergi keluar negeri lagi, ini demi menjamin kehidupan anak cucuku nanti dimasa datang. Setelah berhasil di negeri yang baru di belahan selatan Amerika. Pacarku menyusulku, lalu aku menikah dengan wanita itu. Aku yakin bahwa aku mencintainya, dan begitu pula sangkaku akan cinta dia kepadaku.

Waktu berjalan cepat, gulat pernikahan penuh tanda tanya. Mengapa pernikahan ini begitu sulit untuk dilalui tanpa sakit dihati dan ribut mulut yang tak berarti buat ku tapi besar sekali buat dia? Seberapa jauh kesabaran aku harus kujalani kepada sang istri yang ternyata sering pemarah dan cemburu terus menerus ini. Terasa hidup penuh dengan pengorbanan. Waktu2 luang ku, sehabis bekerja, harus memenuhi persaratan sang istri, tidak banyak waktuku yang dapat ku sumbangkan untuk keinginan diriku sendiri. aku mengalah dan mengalah...

Tak terasa kami sudah beranak 4, dewasa semua, ganteng2 dan cantik2 seperti ibunya. Sayang semua ini kami lahirkan bukan dari rasa cinta kasih yang murni.

Satu saat ku dengar dari seorang kawan baik istriku yang sedang berbicara dengan kawannya. Kudengar jelas: bahwa sebenarnya istriku tidak mencintaiku sewaktu kami menikah. Tetapi karena kasihan melihat ku saat itu yang patah hati karena  dia pernah tinggalkan sebentar sewaktu di Amrik. Padahal dia lebih senang dengan seorang laki2 teman kuliahnya, katanya.

Terasa hatiku ditusuk tusuk. Aku menangis getir dalam hati. Cepat aku pakai sepatu lariku dan berlari sejauhku sanggup. Apa yang akan kulakukan? Semua sudah jadi bubur. Aku mencintai istriku dengan setulus hati, tak ingin aku menukar dengan apapun. Karena dia ibu yang pandai mendidik anak2ku. Kawan2 ku mengatakan dia cantik, ya memang benar! Tetapi kecantikan itu akan hilang dimataku jikalau tidak ditunjukan dengan sifat2 yang indah. Aku tidak sangka... tidak menyangka hal ini terjadi kepada diriku...

Mengapa aku jadi begitu hambar akan kehidupanku sekarang? Pedih dihatiku terasa menusuk hatiku sewaktu perjalanan kekantor. Aku selama ini terus senyum dan mencium istriku pada waktu2 yang biasa kulakukan itu semua agar dia tidak mengetahui ini. Aku tidak juga mau membawa hal ini menjadi bahan perbincangan kami atau keribuatan, karena tidak ada gunanya dia mengetahui perihnya hatiku. Biar kutanggung ini semua demi kehidupan keluarga ku. Tapi akau tidak merasa mencintai dia lagi dan kumenangisi situasi ini. Karena ku tahu aku romantik. Rasa pedih ini kusalurkan dalam jari2 tanganku memetik gitar klasikku setiap malam.

Anak2ku pasti kecewa kalau mereka mengtahui hal ini. Sekarang kami harus hidup berpura pura. Terutama dari diriku yang baru mengetahui, sangatlah sulit!

Apakah wanita bisa mengambil keputusan untuk menikah dengan laki2 atas dasar kasihan, materi dan yang lainnya? Bukankah wanita itu menginginkan kehidupan romantika dengan seorang suami? Alangkah kejinya wanita ini!

Aku sedih dan kecewa, tak berdaya atas apa yang menimpaku.

Bagi yang mengerti kehidupan ini, tolong share kepada saya.

Terima kasih...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun