Sementara itu sindiran Havelar terhadap penduduk pribumi juga tidak kurang pedas. Salah satunya diwakilkan dalam kisah si Upik Lateh dan pemecah batu. Masyarakat pribumi yang bodoh, terbelakang dan tidak terdidik ini adalah masyarakat yang hidup ditanah sorga. Tanah yang subur, kaya rempah dengan iklim tropis yang tidak mengenal cuaca ekstrim adalah surga bagi orang-orang eropa. Tetapi keterbelakangan, ketidakterdidikan, membuat mata pribumi buta dan tidak melihat surga itu. Dalam keterbelakangan mereka, penduduk pribumi bagaikan ayam-ayam yang kelaparan dilumbung padi.
Orang-orang Belanda mulanya hanya datang berdagang namun kemudian menjadi tidak tahu diri dan dengan penuh ketamakan melihat pesona kekayaan alam nusantara ditambah lagi dengan kepolosan dan kebaikan penduduk pribumi mereka tergiur untuk menguasainya.
Mereka memanfaatkan kebodohan masyarakat pribumi, mengangkat diri mereka sebagai tuan atas tanah orang-orang pribumi. Mereka  lalu mengambil hasil tanah mereka dengan bayaran yang sangat rendah dan bahkan dirampas begitu saja tanpa imbalan apapun. Belum cukup sampai disitu mereka membuka lahan perkebunan dan memperbudak penduduk pribumi untuk bekerja bagi mereka agar menghasilkan rempah-rampah yang lebih banyak untuk mereka perdangangkan di eropa, memakmurkan negeri mereka dan orang-orang mereka dan mereka tidak mau tahu penderitaan yang dialami para petani, penduduk pribumi.
Selanjut berbicara tentang penindasan/penjajahan pada jaman belanda. Novel ini menyingkapkan fakta bahwa penindasan pada masa penjajahan itu tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Belanda saja. Namun lebih tepatnya Belanda memanfaatkan sistem feodalisme yang menjadi sistem pemerintahan di nusantara pada masa itu.
Belanda bekerjasama dengan para bupati, para bangsawan pribumi untuk menindas rakyat. Para bangsawan dijadikan pejabat pemerintahan dalam struktur pemerintahan Hindia Belanda diberikan gaji oleh Belanda lalu kemudian merekalah yang menjadi kaki tangan untuk mengeruk keuntungan dari rakyatnya sendiri, bangsanya sendiri untuk kemakmuran dirinya sendiri dan kemakmuran penjajah. Kekerasan para elit pribumi terhadap bangsanya sendiri inilah yang membuat aroma penjajahan itu semakin menyedihkan dan menyengsarakan penduduk.
Para bangsawan pribumi dan pembantu-pembantunya bertindak sewenang-wenang, merampas ternak rakyat sesuka hatinya, mempekerjakan rakyat dengan paksa di perkebunan dan sawah mereka, memungut pajak dan persembahan untuk raja dengan semena-mena tanpa peduli penderitaan yang dialami oleh rakyat.
Belanda sebagai penguasa mengetahui semua itu, tapi mereka tidak mau mengambil resiko untuk menegur para bangsawan pribumi karena resikonya adalah raja-raja itu nantinya akan memberontak dan menolak memberikan hasil bumi bagi Belanda.
Bagian tengah Novel sampai selesai memberikan penekanan pada sepak terjang Max Havelaar.
Max Havelaar adalah pejabat baru yang ditugaskan sebagai asisten Residen di lebak Banten. Dia adalah orang yang sederhana dan jujur. Dia tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Dia selalu mengaji penduduk yang membantunya dan jika uangnya tidak mencukupi dia memilih untuk menangguhkan suatu pekerjaan.
Sebagai pejabat Belanda yang ingin bekerja dengan jujur. Dia mempertanyakan banyaknya laporan-laporan para pejabat yang dipalsukan, yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya kelaparan yang terjadi disuatu daerah bukan karena akibat tanam paksa yang mengakibatkan rakyat tidak sempat mengolah sawah ladang mereka sehingga mereka tidak bisa panen dan menderita kelaparan, tetapi dilaporkan sebagai akibat kekeringan yang panjang. Kasus perampasan harta benda rakyat yang dilakukan penguasa pribumi dilaporkan sebagai pembelian yang normal dan hanya kesalahpahaman. Kasus-kasus yang merupakan borok ini ditutupi agar tidak tercium ke negeri Belanda. Disinilah makna penting dari Novel ini untuk memberitakan penderitaan dan ketidakberdayaan penduduk pribumi kepada masyarakat belanda disana agar mereka tahu bahwa setiap tetes kopi hindia yang mereka minum bercampur darah, keringat dan air mata penduduk pribumi.
Sebagai kulminasi cerita Max Havelaar melaporkan kepada Residen (pejabat Belanda setingat Gubernur) tentang perilaku korup Bupati lebak (yang adalah penguasa pribumi) yang telah menindas rakyatnya sendiri dengan keterlaluan namun Residen dan Bupati malah bersekongkol membuat fitnah bagi Max Havelaar sehingga akhirnya Max Havelaar dipecat oleh pemerintah Belanda dan dipulangkan ke negerinya dalam keadaan miskin.