Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kondom Bekas

11 Februari 2019   12:41 Diperbarui: 11 Februari 2019   13:17 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari kemarin adalah hari terbaik dalam pernikahan kami. Setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir. Pagi hari aku dibangunkan oleh aroma sarapan, dua cangkir kopi, dua potong roti dan selai, sementara si kecil Anton sudah dibuatkan sereal. Sarapan bersama, kenikmatan sederhana yang sudah sepuluh tahun meninggalkan rumah tangga kami. Lalu siang hari kami habiskan tamasya. 

Ke kebun raya dan kebun binatang, tempat-tempat favorit semasa berkencan. Malam hari kami titipkan Anton pada paman bibinya lalu kami makan malam romantis di restoran favorit pinggir pantai. Malam itu kami tutup dengan bercinta, percintaan hebat yang sudah sepuluh tahun ditunggu, berakhir dengan istriku tertidur dalam dekapanku dan aku dalam dekapannya. Rasanya aku jatuh cinta lagi kepada istriku, cinta yang sudah padam bertahun-tahun yang lalu.

Pagi ini aku yang terbangun duluan, mungkin ia masih lelah selepas bercinta semalam. Dengan Anton menginap di rumah pamannya dan istri masih tertidur, aku sendiri terjaga di rumah ini. Segera kuambil handphone dan kubuka WhatsApp. Kucari satu kontak disana: Nimas. Benar saja, anak itu sudah mengirimkan belasan pesan, semuanya belum kubaca apalagi kujawab.

"Om kemana aja? Semalaman ga ada kabar... biasanya malam minggu kan om minta nimas kelonin," bunyi pesan terakhirnya, pukul 23.34 malam.

Kubaca pesan itu berkali-kali. Memang benar sudah dua tahun belakangan hampir tiap akhir pekan kuhabiskan bersama Nimas. Bisa di hotel murah dekat kampusnya atau, jika aku baik hati, di villa mewah kawasan puncak. Jika istriku bertanya aku selalu bilang ada urusan kerja di luar kota.

Tapi toh ia jarang bertanya, sama seperti ia jarang memasakkan makan malam atau menyiapkanku sarapan. Alasannya pun sama: sibuk bekerja. Jadi bukankah adil kalau aku juga beralasan 'bekerja' untuk mangkir dari rumah? Dan itulah yang kulakukan. Bersama Nimas. Sebelumnya juga ada Mawar, Dinda, dan Alamanda, berentet panjang hingga lima tahun ke belakang.

Tapi hari ini lain. Aku merasakan istriku berubah. Seolah ia akhirnya ada niat untuk jadi istri, jadi ibu rumah tangga. Kopi dan sarapan yang dibuatkannya kemarin nikmat. Lebih nikmat lagi permainan ranjangnya semalam, ia memuja tubuhku bak dewa Yunani, melayani setiap inci kulitku hingga nikmatnya ke ubun-ubun. Berbeda sekali dengan anak-anak bau kencur seperti Nimas yang di ranjang seperti seonggok daging berisi lubang untuk kemaluan.

Sudah kuputuskan. Kalau istriku berubah, aku pun akan berubah. Aku akan setia.

Segera kubuka aplikasi m-banking. Kutransfer uang beberapa juta rupiah ke rekening Nimas, cukup untuk uang kos, makan, dan bensin selama beberapa bulan. Anggap saja bonusnya karena sudah menemani akhir pekanku sampai sekarang.

Selanjutnya kubuka WhatsApp. Kulihat tulisan di bawah namanya: online. Kebetulan. Akan kuputuskan hubungan ini sekarang.

"Maaf Nimas, kemarin om sibuk," ketikku membuka pembicaraan. Segera dua tanda rumput itu menjadi biru dan Nimas mengetik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun