Di sini saya tidak setuju dengan mereka yang mengkritisi kapitalisme pendidikan dengan menyalahkan institusi sekolah. Sekolah tetap perlu. Tetapi biarkan sekolah menjadi sekolah, jangan ubah dia menjadi pabrik.Â
Bagaimana pun tingkatan pertama dari pendidikan adalah menimbulkan kesadaran dari 'saya tidak tahu bahwa saya tidak tahu' menjadi 'saya tahu bahwa saya tidak tahu'. Pendidikan massal dan sekolah masih menjadi solusi paling elegan untuk menimbulkan kesadaran ini pada sebanyaknya insan.
Akan tetapi biarkanlah sekolah itu berkurikulum yang humanis, yang menempatkan murid sebagai manusia rasional bukan bahan mentah untuk produksi tenaga kerja. Ajarkanlah pada para murid sastra dan filsafat, seni dan sejarah. Tidak semua pekerjaan membutuhkan seorang sarjana mengerti kalkulus, genetika, fisika kuantum, atau kimia nuklir.Â
Tapi segenap insan manusia harus bisa berfilsafat untuk berpikir mandiri, tahu sejarah untuk belajar darinya, menikmati keindahan seni nan rupawan, dan yang terpenting, bersastra: membaca dan menulis untuk terus belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H