Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Saya Masih Orang Indonesia?

29 Mei 2017   09:49 Diperbarui: 29 Mei 2017   10:10 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kejadian baru-baru ini tentu menjadi suatu kekecewaan baru bagi mereka. Mereka yang sudah menjadi anak tiri pembangunan selama 72 tahun Indonesia merdeka. Juga bagi etnis Tionghoa yang tiga hari sebelum peringatan Tragedi Trisakti 1998 mendapat kado vonis bersalah bagi Ahok.

Majunya Ahok sebagai pemimpin ibu kota Indonesia menjadi secercah harapan: minoritas bisa dihargai menjadi pemimpin di Indonesia. Saat Ahok dilawan karena status minoritasnya tentu akan menjadi kekecewaan mendalam.

Apakah salah jika akhirnya ada di antara mereka yang menyerah menjadi seorang Indonesia? 'Bukan kami yang meninggalkan Indonesia, tapi Indonesia yang meninggalkan kami.' Mungkin itulah yang akan mereka katakan.

Mungkin akan ada yang bilang bahwa kekalahan Ahok tidak ada hubungannya dengan etnis dan agama. Tetapi sejarah membuktikan tidak ada gerakan ormas mayoritas membela Ahok selama dua setengah tahun ia ditolak sebagai Gubernur Jakarta karena agama yang dianutnya. Ini bukti diskriminasi SARA terhadap Ahok terjadi sebelum mencuatnya kasus penistaan agama.

Beberapa juga akan menyatakan bahwa masalah sebenarnya adalah para penggerak massa, oligarki anti-Reformasi yang memanfaatkan isu SARA. Ada pula yang akan berkata kita harus move on dari masalah Pilkada dan kasus 'penistaan' agama Ahok. Kata mereka kita harus beralih ke isu-isu yang, katanya, lebih penting.

Memang benar bertahannya wajah-wajah 'old guard' anti-Reformasi di panggung politik membahayakan demokrasi kita. Pilkada DKI Jakarta 2017, yang menjadi pemanasan perang politik gerakan 'old guard' dan progresif, juga sudah lewat dan kita harus move on dari kasus Ahok.

Akan tetapi, isu SARA yang bagi mereka hanya sebuah alat politik telah berkembang menjadi masalah tersendiri. Move on ini bukan karena masalahnya sudah selesai. Masalahnya justru makin besar dan merambat ke definisi ke-Indonesia-an kita. Retorika dan narasi mereka telah membawa Indonesia ke suatu krisis identitas. Sekarang menjadi tidak jelas lagi apa definisi ke-Indonesia-an yang baku.

Berbagai aksi solidaritas Ahok di berbagai kota di Indonesia telah menjadi pernyataan sikap kaum minoritas. Tidak sedikitpun tersirat ujaran kebencian terhadap kaum mayoritas. Yang terdengar adalah seruan 'Kami Indonesia!' Ya, kami menyatakan bahwa kami masih bagian dari Bangsa Indonesia. Kaum minoritas masih ingin menjadi bagian dari Bangsa Indonesia sesuai dengan yang dicita-citakan dalam Sumpah Pemuda 1928 dan UUD 1945.

Kini bola sudah dilempar kembali ke kaum mayoritas, terutama yang mengaku sebagai moderat. Definisi kebangsaan siapa yang akan Anda sekalian anut? Kebangsaan berdasarkan sejarah dan konstitusi ataukah kebangsaan berdasarkan identitas etnis dan agama?

Kami menunggu jawaban atas pertanyaan sederhana: Apakah kami masih Bangsa Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun