Sudah setahun sejak kau hilang ditelan alam.
Tak ada kabar, tak ada tanda, meski segala upaya telah dilakukan dengan maksimal.
Kenangan indah yang kau tinggalkan, ternyata tak mampu menggantikan senyummu yang nyata.
Harapan di dada perlahan bertemu dengan realita: kau sudah tiada.
Namun, entah mengapa, aku masih belum bisa merelakan.
Kepergianmu yang tak terduga meninggalkan penyesalan yang dalam.
Mengapa saat itu aku melepaskanmu tanpa pendampingan?
Fisik dan staminaku memang sedang tak prima, tapi...
Hari itu tetap menjadi hari penuh pertanyaan. Pertanyaan tanpa jawaban memuaskan hingga kini.
Setahun berlalu, namun aku masih merindu.
Kupandang gunung, kubayangkan kita bersama, turun dari sana dan kembali ke rumahmu.
Kembali pada aktivitas seperti dulu, seolah-olah semuanya bisa kembali normal.
Tapi, haruskah semua itu kukubur? Haruskah kenangan ini ditutup buku?
Tiap kali aku menatap gunung, pertanyaan itu selalu datang. Bisakah aku benar-benar merelakanmu, mengubur semua ingatan, dan menerima kenyataan? Ataukah aku harus terus menyimpanmu dalam ingatan, meski itu berarti aku takkan pernah benar-benar bisa melangkah maju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H