Semasa kecil di tahun  1980-an, saya sering sekali bermain di area Alun-alun Bandung. Menonton sulap tukang obat, main dingdong di Dallas, atau sekadar mencoba eskalator di Palaguna.
Kadang saya main dingdong juga di Braga, lalu bermain ke rumah teman di sekitar Naripan. Nah, di Jalan Naripan ini saya sering melihat satu hotel mentereng. Saya ingin sekali tahu isi hotel itu. Tapi rasanya terlalu mewah untuk saya masuki.
Berpuluh tahun kemudian, barulah saya bisa merasakan menginap di Naripan Hotel Bandung. Itu pun karena ingin memenuhi impian masa kecil saya. Sekarang, hotel itu sudah tak sementereng yang saya lihat dulu. Maklum, sudah banyak hotel baru yang lebih modern di Bandung.
The Naripan Hotel Bandung dibangun pada 1976 oleh LC Schomper, seorang pengusaha kaya asal Belanda. Sebelumnya LC Schomper telah memiliki hotel di Jakarta bernama Hotel Schomper, kemudian pindah ke Lembang dengan mengelola Hotel Montagne yang kemudian diwariskan pengelolahannya kepada Frans Schomper, anaknya.
Pria kelahiran RS St Carolus tahun 1926 merupakan "putra mahkota" pengusaha hotel dan restoran, baik di Jakarta, Bandung, maupun Lembang. Frans---kemudian menjadi "Prans" dan akhirnya menjadi "Pans" karena warga lokal sulit menyebut nama aslinya. Hotel Schomper merupakan cikal bakal berdirinya Hotel Naripan.
The Naripan Hotel Bandung telah hadir sekitar 40 tahun yang lalu mengalami evolusi nama karena dalam perjalannya mengalami perubahan konsep dalam operasional, mulai dari Hotel Schomper, Naripan Hotel, New Naripan Hotel dan sekarang menjadi The Naripan Hotel Bandung.
Ulasan
Banyak yang harus dibenahi dari hotel ini. Â Kita mulai dari masuk parkiran mobil yang terasa sempit. Terutama bagi mereka yang mengendari mobil lebar dan bukan pengendara handal, lebih baik hati-hati saja karena aksesnya lumayan mepet.
 Lalu, masalah datang lagi, lantaran kartu akses ke kamar yang diberikan oleh staf hotel ternyata tidak bisa dipakai membuka kamar. Alhasil, kami lansgung di upgrade ke kamar lainnya, di kamar 405.
Kamarnya terbilang luas seperti kamar-kamar hotel lawas.  Furniture di kamar pun terlihat  sudah lawas tapi berfungsi baik.
Perawatan kamar terasa kurang. Ada beberapa lantai yang sudah terangkat dan menimbulkan bunyi saat diinjak. Lobi hotel terbilang luas dan menarik. Sayangnya, bagian interior hotel kurang tertata rapi. Malah kalau malam hati, mungkin bagi tamu yang penakut akan terasa bikin merinding.
 Sementara itu,  untuk fasilitas kolam renang seperti untuk anak-anak karena ukurannya kecil dan airnya terlihat kurang bersih.
Satu-satunya kelebihan hotel ini, menurut saya adalah letaknya di tengah kota dan strategis. Dan mungkin dari sisi harga juga terbilang terjangkau ketimbang hotel-hotel lain di sekitarnya. Saya hanya bayar sekitar Rp200 ribuan semalam untuk kamar saja, tanpa sarapan.
Untuk lengkapnya bisa lihat video berikut ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI