Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pembangunan Infrastruktur Sentris di Perbatasan Entikong

1 Juli 2016   23:15 Diperbarui: 2 Juli 2016   09:32 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerjaan pelebaran jalan di Kecamatan Entikong menuju ke pos perbatasan. (Foto: Benny)

Saya merasa beruntung ketika lolos salah satu event Kompasiana pada akhir Januari 2016. Saya akhirnya bisa menjejak tanah Kalimantan Barat dan menyaksikan pembangunan infrastuktur Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, yang direncanakan tuntas akhir 2016.

Pagi itu saat melaju ke Entikong, saya bertanya-tanya seperti apa wajah wilayah perbatasan itu? Saya rasakan jalan ke Entikong yang baru diaspal mulus. Sebab katanya Presiden Jokowi baru saja bertandang ke Entikong. Memasuki wilayah Entikong saya melihat daerah yang nyaman. Ketika mendekati perbatasan mulailah banyak banyak alat-alat berat sedang melakukan pembangunan pelebaran jalan. Bahkan sampai PLBN. Tampak sekit semrawut memang.

Katanya, sudah 25 tahun Entikong ditelantarkan pemerintah. Mungkin lantaran dibandingkan langsung dengan wilayah Tebedu milik Malaysia yang berbatasan langsung, jadinya memang timpang. Tebedu, sudah jauh-jauh hari berbenah segala infrastrukturnya.

Yang bikin saya miris, ketika bertemu anak-anak di mushola dekat Pasar Entikong. Saya bertanya sering tidak main ke wilayah Malysia, mereka jawab setiap hari. “Kami lebih sering ke Tebedu soalnya tempatnya lebih bagus, tempat jajannya juga lebih banyak. Es krimnya juga lebih enak,” ucap Rina, anak usia 10 tahun.

 

Teras Rumah

Siapapun yang memiliki rasa nasionalisme tentunya tak ingin wilayah perbatasan negeri ini terlihat tertinggal jauh dengan negara tetangga. Sudah saatnya Indonesia memerhatikan wilayah perbatasannya. Setidaknya pemerintah telah merencanakan sembilan kawasan perbatasan di Indonesia, tiga di Kalimantan Barat (Aruk, Entikong dan Nanga Badau), tiga di Nusa Tenggara Timur (Motaain, Motamasin, Wini), dan dua di Kalimantan Utara (Nunukan dan Long Apari) serta di Papua (Skouw) yang akan dibangun oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya. Tentu saya bangga mendengarnya. Terlebih hal tersebut bukan omong kosong semata, lantaran bukti pembangunan sudah saya saksikan sendiri.

[caption caption="Rencana wajah baru PLBN Entikong (foto: PU)"]

[/caption]

Berdasarkan keterangan yang saya dapat saat di Entikong, Kementerian PUPR berencana melakukan pelebaran jalan ke Entikong, pembenahan kawasan PLBN Terpadu Entikong dengan meningkatkan bangunan utama PLBN dari 1 lantai menjadi 2 lantai, menggeser peletakan bangunan masjid, hingga menambahkan bangunan-bangunan yang menjadi fasilitas penting seperti jembatan timbang, kantor bea cukai, gedung karantina, kantor pengelola PLBN, wisma Indonesia, guest house, gedung serbaguna, dan marketing point. Hmm, juga toilet tentunya ya, soalnya saya merasa tidak nyaman ketika ke bilik tandas.

Saya bisa membayangkan betapa representatifnya kawasan PLBN nanti. Tidak semerawut seperti yang saya lihat, terutama bila terjadi arus lalu lintas yang ramai. Biar bagaimanapun, arus lintas perbatasan harus lancar agar faktor keamanan terperhatikan. Sebab PLBN Terpadu merupakan pos pemeriksaan lintas batas orang dan barang yang keluar dan masuk melewati batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fungsi utama dalam PLBN berupa kepabeanan (Custom), keimigrasian (Immigration), karantina (Quarantine) dan keamanan (Security) yang dikenal CIQS, menjadi aset negara yang sangat penting bagi kedaulatan NKRI. Agar fungsi itu bisa berjalan dengan baik, ya harus dihindari kesemrawutan.

Yang membuat saya juga begitu senang adalah ketika mendapat informasi pembangunan kawasan Entikong juga merambah ke pemukiman. Zona pemukinan akan dibenahi dan ditingkatkan seluruh infrastruktur dasarnya, mulai dari air minum, sampah, drainase, aksesibilitas kawasan, sanitasi, hingga kondisi bangunan. Keren, kan? Ini bukan pembangunan main-main.

Hal lain yang tidak begitu saya rasakan ketika di Entikong adalah atmosfir budaya lokal Kalimantan Barat tidak begitu kentara. Saya seperti berada di perkampungan yang mungkin saja ada di Pulau Jawa atau Sumatera. Rupanya hal tersebut juga sudah menjadi perhatian pemerintah. Konsep atap bangunan PLBN rencananya ditransformasi dari bentuk rumah panjang dan perisai Suku Dayak. Detail arsitektur dan lokalitas menjadi komponen penting dalam desain PLBN Terpadu Entikong, hal ini tercermin pada penggunaan ornamen lokal sebagai pola bukaan dan fascade, sedangkan untuk pencahayaan menggunakan cahaya alami dengan banyak bukaan menggunakan material transparan.

Saya membayangkan pada tahun 2017, Entikong sudah menjadi teras rumah negeri ini. Bukan bagian belakang rumah tempat berseliweran pemberontak ataupun penyelundup. Di teras rumah orang merasa senang dan nyaman sehingga berusaha ikut memeliharanya.

JIka ingin mencari model pembangunan Indonesia sentris sebenarnya yang paling cocok adalah di wilayah perbatasan seperti Entikong ini. Sebab sudah jelas, pembangunan infrastruktur di sini akan mendukung perkembangan potensi lokal dan sekaligus meningkatkan perekonomian nasional.

 

PR Menunggu

Seiring pembangunan infrastruktur, sebaiknya juga dilakukan pembangunan di sektor lainnya karena pekerjaan rumah akan menunggu di kawasan Entikong.

Pertama, peningkatan kualitas sumberdaya manusia di kawasan perbatasan yang relatif masih rendah. Bisa jadi karena terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, serta komunikasi dan perhubungan. Malah di beberapa kampung, sebagian masyarakat masih memanfaatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, perhubungan, dan komunikasi negara tetangga. Jika tidak segera diantispasi, dikhawatirkan jumlah masyarakat perbatasan yang sekolah dan berobat di negara tetangga akan terus meningkat. Perlahan tapi pasti, dapat mengganggu kedaulatan negara dari perspektif ekonomi dan politik.

Kedua, pembangunan dan pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi dalm upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan kerjasama perdagangan yang selama ini lebih banyak dilakukan secara ilegal. Seperti saya lihat sendiri di pasar Entikong, banyak produk dari Malaysia dijual bebas. Kebanyakan seperti dilegalkan begitu saja karena pasokan yang terbatas dari dalam negeri sendiri.

Ketiga, pemanfaatan sumberdaya alam yang sangat kaya keanekaragaman hayati dengan baik sehingga tidak merusak. Seperti yang saya lihat sekitar perbatasan sangat banyak tumbuhan tropis dan tanaman subur. Alangkah baiknya tidak diekploitasi membabi buta.

Keempat, menjalin kerjasama dengan negara tetangga untuk pertumbuhan ekonomi, esejahteraan sosial, dan keamanan. Meskipun nasionalisme tinggi, bukan berarti mengabaikan kerjasam teritorial. Apalagi Indonesia dan Malaysia merupakan anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Saya berharap tahun depan bisa kembali menyambangi Entikong. Mungin Kompasiana serta Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI bersedia menjadi sponsornya. Nanti, saya akan menuliskan sambungan dari tulisan ini.

Referensi: www.pu.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun