Hal lain yang tidak begitu saya rasakan ketika di Entikong adalah atmosfir budaya lokal Kalimantan Barat tidak begitu kentara. Saya seperti berada di perkampungan yang mungkin saja ada di Pulau Jawa atau Sumatera. Rupanya hal tersebut juga sudah menjadi perhatian pemerintah. Konsep atap bangunan PLBN rencananya ditransformasi dari bentuk rumah panjang dan perisai Suku Dayak. Detail arsitektur dan lokalitas menjadi komponen penting dalam desain PLBN Terpadu Entikong, hal ini tercermin pada penggunaan ornamen lokal sebagai pola bukaan dan fascade, sedangkan untuk pencahayaan menggunakan cahaya alami dengan banyak bukaan menggunakan material transparan.
Saya membayangkan pada tahun 2017, Entikong sudah menjadi teras rumah negeri ini. Bukan bagian belakang rumah tempat berseliweran pemberontak ataupun penyelundup. Di teras rumah orang merasa senang dan nyaman sehingga berusaha ikut memeliharanya.
JIka ingin mencari model pembangunan Indonesia sentris sebenarnya yang paling cocok adalah di wilayah perbatasan seperti Entikong ini. Sebab sudah jelas, pembangunan infrastruktur di sini akan mendukung perkembangan potensi lokal dan sekaligus meningkatkan perekonomian nasional.
Â
PR Menunggu
Seiring pembangunan infrastruktur, sebaiknya juga dilakukan pembangunan di sektor lainnya karena pekerjaan rumah akan menunggu di kawasan Entikong.
Pertama, peningkatan kualitas sumberdaya manusia di kawasan perbatasan yang relatif masih rendah. Bisa jadi karena terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, serta komunikasi dan perhubungan. Malah di beberapa kampung, sebagian masyarakat masih memanfaatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, perhubungan, dan komunikasi negara tetangga. Jika tidak segera diantispasi, dikhawatirkan jumlah masyarakat perbatasan yang sekolah dan berobat di negara tetangga akan terus meningkat. Perlahan tapi pasti, dapat mengganggu kedaulatan negara dari perspektif ekonomi dan politik.
Kedua, pembangunan dan pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi dalm upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan kerjasama perdagangan yang selama ini lebih banyak dilakukan secara ilegal. Seperti saya lihat sendiri di pasar Entikong, banyak produk dari Malaysia dijual bebas. Kebanyakan seperti dilegalkan begitu saja karena pasokan yang terbatas dari dalam negeri sendiri.
Ketiga, pemanfaatan sumberdaya alam yang sangat kaya keanekaragaman hayati dengan baik sehingga tidak merusak. Seperti yang saya lihat sekitar perbatasan sangat banyak tumbuhan tropis dan tanaman subur. Alangkah baiknya tidak diekploitasi membabi buta.
Keempat, menjalin kerjasama dengan negara tetangga untuk pertumbuhan ekonomi, esejahteraan sosial, dan keamanan. Meskipun nasionalisme tinggi, bukan berarti mengabaikan kerjasam teritorial. Apalagi Indonesia dan Malaysia merupakan anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Saya berharap tahun depan bisa kembali menyambangi Entikong. Mungin Kompasiana serta Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI bersedia menjadi sponsornya. Nanti, saya akan menuliskan sambungan dari tulisan ini.
Referensi: www.pu.go.id