Akhtar, putra kami, memiliki saudara sepupu yang sangat akrab bernama Rafly. Mereka nyaris seperti dua kakak beradik  yang tidak bisa dipisahkan saat ada acara kumpul keluarga. Usia mereka terpaut dua tahun, tapi komunikasi mereka selalu nyambung. Saking dekatnya, sejak awal hari puasa mereka ingin sekali buka bersama. Tapi jadwalnya selalu tidak cocok.
"Rafly ada di rumah. Nggak ke mana-mana malam ini, Â katanya," ucap Akhtar ketika Minggu siang kami sedang ngabuburit di sekitar Jalan Martadinata.Â
"Jadi?" tanya saya.
"Pengen buka bersama," jawab Akhtar yang berusia 11 tahun.
Saya  melirik Isteri.  "Buka bersama di rumah Rafly aja kalo begitu. Tapi kita beli makanan yang bisa buat bareng-bareng," usul Isteri.
"Omiyage di HokBen aja," usul Akhtar.
Saya terus terang belum tahu menu itu. Tapi saya selalu maklum kalau Akhtar tahu tentang jenis makanan baru. Biasanya info itu datang dari teman-teman sekelasnya. Apalagi HoKBen  kerap membuka stand saat ada acara di sekolahnya. Nama HokBen seperti sudah melekat di kepalanya.
Kami  menuju HokBen di Jalan Martadinata, Bandung,  yang masih lengang. Ada beberapa pembeli memesan menu, tapi kebanyakan dibawa ke rumah untuk buka puasa. Akhtar langsung ke bagian order dan memesan Omiyage. Saya kemudian mengamati brosur info tentang Omiyage.  Oh, itu ternyata paket bento yang sudah dalam satu dus dan untuk dibawa pulang. Ada yang untuk empat  orang seharga Rp150.000  dan untuk enam orang seharga Rp240.000, belum termasuk pajak. Kami membeli paket berempat, khawatir tidak habis karena tuan rumah pastinya juga menyiapkan hidangan berbuka.
Saat mengorder kami ditanya mau pilih yang gurih atau manis. Karena buat anak-anak, Isteri memutuskan yang manis saja. Mungkin lain kali bisa mencoba paket yang gurih.
Sambil menunggu pesanan, kami bertiga membahas tentang arti Omiyage dari Internet. Ternyata arti Omiyage adalah suvenir atau oleh-oleh. Sebuah tradisi yang nggak jauh berbeda dengan di Indonesia. Nah, khas dari Omiyage ini adalah bentuk oleh-olehnya adalah makanan yang dapat dinikmati bersama. Hal yang tak kalah pentingnya pula, makanan itu harus dikemas secara menarik.Â
Kami kemudian menuju ke rumah adik ipar kami yang merupakan orangtua Rafly. Rafly sendiri memiliki kakak seusia anak SMA yang juga penggemar kuliner Jepang. Begitu tahu kami akan datang membawa omiyage dia terdengar senang di telepon.
Benar-benar senang bisa melihat Akhtar berbagi Omiyage dengan Rafly dan kakak sepupunya, Alika. Tidak sampai berebutan juga karena Akhtar dan Rafly fokus kepada chicken katsu dan ebi fried. Sementara yang lain berbagi teriyaki. Â Kebersamaan diakhiri dengan mencicipi bersama edame. Saya jadi melihat gambaran nyata dari tulisan yang ada di kemasan Omiyage HokBen, yakni Share to Love, Love to Share.
"Cara makannya gimana?" tanya Rafly.
"Dibuka dulu kulitnya," jawab Isteri.
Saya tertawa geli melihat Rafly dan Akhtar berebut menikmati edame dengan penuh kehangatan.Rasa-rasanya konsep oleh-oleh makanan yang bisa dinikmati bersama dari HokBen ini bisa kami ulangi lagi jika berkunjung ke sanak saudara maupun kerabat lainnya.Â
Tak terasa azan Isya terdengar dari masjid terdekat. Akhtar dan Rafly berdiri berangkat ke masjid. Di pintu rumah kedua ABG itu masih cekikikan, dan terdengar mereka masih membahas sesuatu tentang 'kacang bulu'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H