Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nilai Lebih Model E-Learning Hybrid di HarukaEdu

3 Juni 2016   13:41 Diperbarui: 3 Juni 2016   13:50 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
E-Learning yang makin ngetrend. (Foto: HarukaEdu)

Saya pernah membuka kelas pelatihan menulis tatap muka dengan nama Kelas Ajaib. Gelombang satu pesertanya hanya sekitar 20 orang. Tapi ketika gelombang berikutnya dibuka, semakin banyak yang mendaftar dan terpaksa saya batasi. Begitu jebolan kelas menulis saya banyak yang berhasil menelurkan buku, maka promosi dari mulut ke mulut pun menyebar. Banyak yang ingin ikut kelas menulis saya tapi terbentur masalah jarak dan waktu.

Solusi yang kemudian saya temukan adalah membuka KAJOL alias Kelas Ajaib On-Line. Jumlah peserta makin banyak dan jenis kelas penulisan pun bervariasi. Fleksibilitas waktu, memungkinkan peserta KAJOL untuk mempelajari kapan saja materi yang diberikan,  dengan tenggat waktu yang longgar.  Tapi ternyata hasilnya tidak sebagus kelas tatap muka. Sangat tergantung dengan tngkat kenadirian individual. Bagi yang malas, sangat sulit mengejar ketinggalan.

Akhirnya saya membuat kelas campuran tatap muka dan daring. Tatap muka dilakukan pada pertemuan pertama saja. Berikutnya dilakukan secara daring. Hasilnya ternyata lebih memuaskan ketimbang cara pertama dan kedua. Tatap muka diperlukan untuk menjalin ikatan antara saya dan peserta KAJOL, sehingga mereka berikutnya tidak sungkan untuk banyak bertanya di kelas daring, selain itu juga mereka bisa diminta komitmen untuk mengikuti kelas secara efektif.  

E-Learning Makin Sempurna

Istilah kelas jarak jauh sebenarnya merupakan hal tidak asing  di dunia ini. Dulu, kelas belajar tanpa tatap muka bisa dilakukan memalui korespondensi. Artinya, bukanlah hal yang benar-benar baru proses belajar bisa dilakukan tanpa ruang kelas. Saya ingat sekali pada era itu banyak sekali iklan baris yang menawarkan kuliah secara korespondensi. Entah bagaimana dengan siswa yang tinggal tak terjangkau pos.

Pada era 1980-an, saat komputer pribadi mulai masuk ke rumah, E-learning mulai menggunakan platform baru. Beberapa menyebut istilah E-Learning dengan Virtual Learning. Pada era 1990'an, dengan semakin luasnya jaringan internet, E-Learning mulai menjadi bagian dari sendi proses belajar di sekolah dan universitas.  

Belakangan E-Learning menjadi bagian industri dunia pendidikan karena permintaan yang makin banyak dari masyarakat yang ingin menempuh pendidikan formal, di sela-sela kesibukan mereka yang padat serta jarak yang memakan waktu. Sebagai industri, tentunya masalah manajemen dipikirkan dengan matang, tidak seperti KAJOL yang begitu saja tutup begitu saya kerepotan.

Hal yang bisa dilihat untuk mengetahui sebuah lembaga pendidikan kompeten dengan urusan E-Learning ini adalah dengan melihat Learning Management System (LMS) yang dimilikinya. LMS merupakan istilah umum terkait sistem komputer  sehubungan manajemen kursus daring, pendistribusian materi E-Learning ke peserta didik, hingga kolaborasi optimal pengajar dan siswa. LMS inilah yang mengelola setiap aspek program, mulai dari pendaftaran, pembelajaran, ujian, hingga kelulusan. LMS bahkan sekarang sudah bisa terintegrasi dengan media sosial.

Kelas offline tetap digunakan dalam model hybrid. (Foto: HarukaEdu)
Kelas offline tetap digunakan dalam model hybrid. (Foto: HarukaEdu)
Salah satu tempat kuliah dengan sistem keunggulan  LMS yang saya amati  adalah HarukaEdu. Mengapa? Karena Harukaedu menggunakan sistem hybrid, di mana pembelajaran tidak murni E-Learning tapi masih dicampur dengan tatap muka. Metode ini juga kerap disebut blended learning. Keunggulan metode ini seperti yang saya alami dalam skala kecil, sesama  peserta didik dapat saling berbagi informasi  dan akan memperkaya pengalaman belajar bersama mereka.

Bisa juga dengan kata lain merasakan kehidupan kampus meskipun hanya sedikit. Jangan sampai beranggapan, kuliah tapi kok nggak pernah ke kampus. Di HarukaEdu, seperti dipaparkan foundernya Novistiar," Mahasiswa masih harus masuk kampus beberapa kali, termasuk saat ujian offline dan terawasi." (Koran Sindo, 29 Maret 2016)

Sudah Bekerja Ngapain Kuliah?

Di lingkungan kantor saya, beberapa karyawan melanjutkan kuliahnya sambil bekerja, ada juga yang mengajukan cuti tanpa tanggungan. Apa hasilnya? Secara jenjang karir tentunya akan semakin lancar. Apalagi yang meneruskan hingga pascasarjana dan doktoral. Saya sendiri bukan termasuk kelompok itu. Dengan latar pendidikan yang ada, boleh dibilang jenjang karir saya mentok di level yang ada sekarang. Walaupun perusahaan tidak pernah menyebutkan dengan jelas misalnya pendidikan tinggi akan memuluskan karir di perusahaan, tapi fakta di lapangan bisa disimpulkan sendiri.

Apakah saya menyesal? Sebagai manusia biasa, tentu ada perasaan cemburu. Namun saya sadari kapasitas akademis saya, terbatasnya waktu yang saya punya (selain pekerjaan kantor, saya juga mengerjakan banyak hal untuk mendapat penghasilan tambahan) , dan prioritas keluarga kami (pendidikan anak, bukan pendidikan orantidak memotivasi untuk kuliah lagi. Sehingga beberapa kali ajakan untuk kuliah lagi sambil bekerja saya tanggapi dengan gelengan kepala. Apalagi saya kerap berpikir tidak akan menggantungkan karir saya selamanya di sebuah perusahaan, dan bidang yang saya geluti merupakan bidang kreatif yang kerap mengesampingkan urusan akademis.

Hasrat ingin melanjutkan kuliah biasanya muncul karena hal lain, misalnya untuk memotivasi anak saya agar kelak mau mengenyam pendidikan setinggi-tingginya dengan melihat latar belakang pendidikan saya. Bisa juga muncul karena adanya tawaran beasiswa kuliah di luar negeri di depan mata (membayangkan bisa sekalian traveling-- hobi saya). Meskipun demikian saya tidak akan menampik bahwa pendidikan akademis setinggi mungkin itu semakin penting saat ini. Tidak hanya untuk memenangkan persaingan di bidang sumber daya manusia nasional, namun juga regional, mengingat Masyarakat Ekonomi ASEAN yang kian meningkatkan kompetisi SDM.

Seandainya pun saya melanjutkan kuliah, maka saya akan melanjutkan ke kampus yang menggunakan model E-Learning seperti HarukaEdu. Lebih praktis dan memiliki pilihan jurusan dengan kebutuhan saya saat ini. Jika tidak melanjutkan kuliah, saya kemungkinan akan membuat kelas pelatihan menulis lagi dengan model hybrid-- memadukan kelas tatap muka dan on-line.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun