[caption caption="Menjejak Tapal Batas bersama Datsun Risers Expedition. (Foto:Benny)"][/caption]Apa yang kau cari dengan mengikuti Datsun Risers Expedition etape tiga ini? Pertanyaan itu terlempar keika saya bangun tidur di Hotel Ho Long, Ngabang, Kalimantan Timur, pada hari ketiga penyelenggaraan DRE.
Sejujurnya saya ingin banyak mereguk pengalaman di DRE ini. Salah satu pengalaman adalah menjejak tapal batas bernama Entikong. Itu sebabnya saya begitu bergairah ketika hari saatnya ke wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia ini. Usai sarapan saya bersama tim langsung bergabung dengan rombongan DRE meninggalkan Ngabang.
Pejalanan menuju Entikong terbilang lancar, dengan jalanan yang mulus dan beberapa ruas tampak sedang diperbaiki. Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam, akhirnya saya melihat juga kawasan perbatasan Entikong. Kanan dan kiri ruas jalan tampak sedang dibangun.
Teman saya Bang Alex, seorang anggota Polri setempat, mengatakan pembangunan di Entikong mulai terasa sebelum kunjungan Presiden Jokowi dan berlanjut setelahnya. “Bahkan nanti akan dibangun Wisma Indonesia untuk sarana kunjungan dari Pemerintah Pusat. Sepertinya nanti akan seakin sering pejabat pusat ke sini. Itu bagus buat kami di sini,” tambahnya.
[caption caption="Penjagaan ketat melewati imigrasi di Entkong. (Foto: Benny)"]
Padahal, sejak lama pembangunan di Entikong ini menjadi wacana. Maklum orang selalu membandingkan langsung kawasan RI dan Malaysia yang jauh lebih maju di sekitar perbatasan.
Bersama rombongan, saya benar-benar menerobos perbatasan, melalui zona netral yang panjangnya kurang dari 100 meter, hingga menginjak tanah Tebedu milik Malaysia. Setelah mendapat informasi dan mengambil gambar, kami kembali ke Entikong. Mungkin inilah kunjungan ke luar negeri saya yang pertama tanpa passport dan paling singkat.
Perbatasan Entikong ini dibuka setiap hari dari pukul lima pagi hingga lima sore. Bus-bus umum milik berplat RI dan Malaysia terlihat berseliweran. “ Jumlah armadanya yang diizinkan dari RI dan Malaysia jumlahnya harus seimbang,” kata Bang Alex.
Petugas imigrasi pun tampak dengan cermati orang-orang yang keluar masuk di pintu perbatasan. Umunya para pelintas batas selain mondar-mandir TKI juga para pebisnis niaga. “Ada beberapa barang yang memang minim di wilayah Indonesia, seperti gula. Biasanya dipasok dari Malaysia,” kata Bang Alex.
Rombongan beranjak ke pasar terdekat dan makan siang. Saya menyempatkan untuk membagi-bagi sisa buku cerita yang ada di tas kepada anak-anak yang berada di dekat sebuah mushola. Wajah mereka tampak ceria.
[caption caption="Mereka memegang buku seperti mendapat kado sangat berharga. (Foto: Benny)"]
“Kami ingin punya banyak buku cerita,” kata Rani, anak Entikong mengungkapkan harapannya.
Terenyuh saya melihat anak-anak itu mendekap buku yang mereka dapat. Seolah mereka mendapat sebuah hadiah yang besar.
Kami kemudian menuju ke tempat belanja dan melihat sendiri produk-produk Malaysia di display warung. Termasuk elpiji. Transaksi pun bisa dilakukan dengan uang rupiah dan ringgit. Saya sem[at membeli produk sebagai kenangan.
Selanjutnya, kami meneruskan perjalanan kembali ke Pontianak lewat jalur berbeda. Walaupun lebih singkat tapi kamu menemukan jalan nasional yang sangat parah untuk dilalui mobil. Tapi saya merasa terhibur karena sesusainya sempat melihat pembangunan yang megah Jembatan Tayan yang sedang ngehits di Kalimantan Barat.
[caption caption="Biar kekinian melipir juga ke Jembatan Tayan. (Foto: Benny)"]
Lepas magrib dari Tayan, saya memegang kemudi karena saya ingin merasakan menyetir Datsun Go di malam hari dan cuaca kebetulan juga hujan lebat. Benar-benar uji nyali karena saya juga harus ikut take over beberapa kali truk dan mobil yang berbaris dua sampai tiga di depan.
Karena sudah mulai terbiasa dengan Datsun Go, saya sedikit lebih tahu mengendalikannya. Ya, sesuai dengan kemampuan saya menyetir. Paling tidak saya lebih berani menikung di jalan licin. Dan tahu celah bermain dengan akselerasi Datsun Go yang berbeda dengan mobil yang saya pakai sehari-hari. Cukup dengan gigi dua dan tiga, saya bisa aman berkendara.
Lega rasanya ketika perjalanan tujah jam berakhir dan kami sampai ke hotel Gardeni dengan selamat. Sungguh saya tak hanya mendapat pengalaman luar biasa di perbtasan, tapi juga mengendarai Datsun Go pada malam nan gelap dan hujan lebat melewati jalan berliku dan naik turun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H