Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menilik Kreativitas Kuliner di Kedai Martabak Tropica Bandung

4 Januari 2016   13:48 Diperbarui: 4 Januari 2016   17:30 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kreasi Martabak Topping 10 rasa. (Foto: Benny Rhamdani)"][/caption]

Bandung tak pernah sepi dari kreativitas. Termasuk di dunia kuliner. Persaingan yang ketat membuat pelaku bisnis kuliner di Bandung terus berusaha menampilkan inovasi terbaru. Padahal, konon urang Sunda sebenarnya tak begitu rewel soal makanan. Lepas saja di kebun sayur, mereka akan bersuka cita. Tapi itu mitos masa lalu.

Orang Bandung tak lagi hanya menggemari lalapan. Itu sebabnya aneka jenis kuliner tersedia di Bandung. Termasuk martabak, baik asin dan manis. 

Beberapa hari lalu saya sempat membaca sedikit asal-usul martabak manis. Konon, sebutan martabak manis kurang pas karena kata 'martabak' sendiri lebih mengacu kepada martabak telur/asin yang berasal dari Timur Tengah dan Asia Selatan. Sementara martabak manis diduga dipengaruhi kuliner Melayu peranakan yakni  dari kue Hok Lo Pan yang diciptakan oleh orang-orang suku Hakka (Khek) yang banyak bermukim di Bangka dan Belitung. 

Nama penganan ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Di kota Semarang dikenal dengan sebutan Kue Bandung. Padahal kue tersebut bukan berasal dari Bandung. Di Yogyakarta dan sebagian besar Indonesia bagian Timur, orang menamakannya Kue bulan atau terang bulan, karena bentuknya yang bulat seperti bulan. Di Malaysia  dinamakan apam balik. Di Pontianak makanan ini dinamakan apam pinang.

Apapun namanya, saya adalah penggemarnya. Saya masih ingat ketika kecil, ayah saya senantiasa membawa oleh-oleh martabak manis sebulan sekali. Dulu isiannya masih kacang cokelat. Lalu, isian martabak mulai bervariasi ketika keju semakin murah. Pernah juga saya mencicipi martabak isi pisang, lalu ketan hitam dengan  kelapa parut.

Saat ini, isian martabak semakin bervariasi. Warna adonan martabaknya pun demikian. Bahkan tekstur dan bentuknya pun sudah mulai melenceng jauh dari martabak manis yang saya kenal ketika masih kecil.

 

Martabak Premium

Kreativitas martabak sayangnya  sedikit bisa ditemukan di kedai-kedai martabak premium. Untuk martabak kaki lima, meskipun ada upaya berkereasi, tapi kesan tradisonal masih tampak dan terasa. Salah satu kedai yang menurut saya sangat kreatif menciptakan variasi martabak di Bandung adalah Martabak Tropica di Jalan Burangrang.

Yudi Prasetya, 51 tahun, pemilik Martabak Tropica menjelaskan perjalanannya mengelola usaha kulinernya. "Semula usaha ini saya percayakan kepada teman saya untuk mengelolanya. Tapi dia malah mengecewakan saya," papar pengusaha otomotif asal Jakarta ini.

Kerugian ratusan juta rupiah tak menyurutkan niat Yudi untuk berbisnis kuliner yang kadung dia ambil. Usai menutup kedainya di lokasi lama di kawasan Kopo, Yudi membuka kedai baru di Jalan Burangrang yang memang merupakan area wisata kuliner. Lagi-lagi, Yudi sempat ditikung oleh karyawannya dalam jumlah yang tak kecil.

"Tapi saya tidak tinggal diam. Saya proses perbuatan kriminal mereka," kata Yudi yang percaya dirinya masih punya kesempatan berulang kali untuk menegakkan bisnisnya.

Beberapa kreasi martabak pun keluar dari dapurnya. Sebut saja martabak pizza, martabak tipis kering, martabak duo, martabak sepuluh rasa. "Sebenarnya kalau berkreasi di kuliner martabak nggak begitu sulit. Tinggal main topping saja. Kalau mau benar-benar berinovasi justru harus main diadonan martabaknya," ujar Yudi.

Maka Yudi pun mencoba memesan sebuah mixer pengaduk adonan martabak dengan mesin. "Selama ini kan kebanyakan dengan tangan kosong yang belum tentu terjamin kebersihannya," katanya yang membuat saya mengingat baskom dan kadang ember atau kaleng bekas cat yang dipakai untuk mengaduk adonan, ditambah kayu belepotan yang dipakai mengaduk. Ya, pemandangan seperti itu beberapa kali saya lihat di tukang martabak.

[caption caption="Maratabak tipis kering ini favorit saya. (Foto Benny Rhamdani)"]

[/caption]

[caption caption="Martabak duo, asyiknya dimakan berdua. (Foto: Benny Rhamdani)"]

[/caption]Alhasil, Yudi malah menemukan adonan dengan menggunakan mesin jauh lebih bagus. "Teksturnya juga lebih lembut. Bagian dalamnya juga berserat seperti bika ambon," tutur Yudi. namun yang paling jadi fokus Yudi adalah faktor kebersihan. "Kalau pakai tangan kan kita nggak tahu tangannya sebersih apa? Padahal makanan itu masuk ke perut kita."

Bahkan di dapur kedainya, Yudi meminta semua stafnya memakai sarung tangan saat membuat martabak. Dapur pun tak boleh sembarang orang masuk dan mengambil foto karena khawatir mengotori makanan. "Semua staf kalau mau masuk dapur dipastikan kakinya tidak mengotori lantai dapur," imbuh Yudi.

Ihwal martabaknya, Yudi masih menyimpan beberapa ide untuk berkreasi. "Kadang masih terbentur hal teknis. Misalnya saya ingin membuat martabak kotak, tapi pembuat loyang tidak bisa," jelas Yudi.

Sore itu, saya tak hanya ngobrol.  Saya mencicipi juga empat jenis martabak yang best sellers, yakni martabak jagung, keju, beraroma pandan, martabak duo, martabak tipis kering,  dan martabak 10 topping. Kalo soal topping, saya nggak akan bahas. Karena selama menggunakan bahan berkualitas, sudah pasti enak, bahkan cenderung mengalahkan rasa adonan martabaknya sendiri.

[caption caption="Kualitas topping tergantung kualitas bahan. (Foto: Benny Rhamdani)"]

[/caption]

[caption caption="Martabak keju jagung pandan. Nikmat jika dimakan ditemani teh hangat. (Foto: Benny rhamdani)"]

[/caption]

Saya sendiri bukan penyuka martabak bervolume tebal. Maka saya bisa pastika bahwa saya paling jatuh cinta dengan maratbak tipis kering di Kedai Martabak Tropica. Persis jatuh cintanya sama dengan martabak pizza yang saya beli beberapa hari sebelumnya di kedai ini. Mengapa suka yang tipis kering, karena saya bisa makan dalam jumlah potongan yang banyak. Sedangkan matabak tebal, cenderung bikin perut cepat kenyang. Apalagi kalau toppingnya manis atau keju. Jadi biasanya saya memilih isian atau topping cokelat kacang yang tak begitu manis.

Satu lagi keunggulan martabak di kedai ini adalah saya tak merasakan mentega yang berlebihan. Paling bete kan kalau makan martabak, lelehan mentega lengket di tangan, bahkan menetes mengotori baju.

Dan di musim hujan seperti sekarang ini ... makan martabak manis lebih enak jika ditemani secangkir teh tawar hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun