Sambil menunggu kehadiran Presiden Jokowi, saya banyak ngobrol dengan Mas Abi yang membawa puteranya. Sampai kemudian RI 1 muncul dari belakang, lalu menyalami Kompasianer satu per satu yang berada di jalurnya. Saya bukan berada di jalurnya. Jadi dilewat begitu saja. Tapi beberapa yang di luar jalur seperti saya, Â pindah jalur demi salaman dengan Pak Jokowi. Ya, namanya juga usaha. Saya malas bergerak, makanya saya gendut (curcol).
Setelah sedikit sambutan, Pak Jokowi langsung mengajak kami makan siang. Dari sini saya langsung tahu, siapa-siapa saja yang Jokowi Lovers atau Jokower atau Jokowow atau fans berat Jokowi. Maaf ya, Pak Jokowi, saya walaupun pernah menulis Bapak di Kompasiana dan memilih Bapak, tapi saya begitu melihat Bapak, kok ya langsung bete.
Alasan terbesar adalah Bapak Jokowi tidak pakai batik. Bapak Jokowi pakai kemeja putih. Sementara kami diminta pakai batik. Lengan panjang pula. Padahal saya yakin, Pak Jokowi punya batik banyak. Apalagi Pak Jokowi ini wong Solo. Coba kalau pakai batik kan bisa sekalian kamapanye batik. Yang bakal nulis batik Jokowi di blog bakal banyak. Terutama saya sebagai lifestyle blogger. Mungkin besok-besok akan akan jadi tren. Mungkin juga selama seminggu instgramer akan pakai hashtag #OOTDBATIKJOKOWI.
Untungnya bete saya cuman sesaat. Perasaan bete itu hilang begitu saya mencicipi sop buntut lezat yang dihidangkan koki istana. Juga urap sayurnya. Enak, sekali. Ditambah lagi sop buahnya, nggak kemanisan. Pas manisnya. Perut kenyang, bete hilang. Tapi bahayanya, kantuk datang. Gampang kan menghilangkan kebetean, kenyangkan perut.
Begitu acara tanya jawab berlangsung, saya justru harus berjuang melawan kantuk. Saya tak bisa menghalau rasa letih karena habis menangani acara yang diikuti 100 peserta selama tiga hari sebelumnya. Mungkin juga karena saya tak diberi kesempatan bertanya kepada Presiden Jokowi. Padahal, kalau dapat kesempatan, saya ingin bicara soal dunia perbukuan khususnya untuk anak-anak. Betapa banyak anak-anak di daerah Indonesia yang belum memiliki kemudahan mengakses  buku-buku bacaan untuk memperkaya wawasan, meghibur, dan meningkatkan kemampuan baca tulis mereka.
Perjuangan saya menahan kantuk akhirnya berakhir ketika Jokowi usai menjawab beberapa pertanyaan dari delapan Kompasianer terpilih. Tiga hal yang paling saya ingat adalah, Jokowi akan mengajak Kompasianer ke acara lawatannya di Indonesia (Plisss, saya dipilih ya, Pak), Hubungannya dengan Prabowo baik-baik saja, dan cerita off the recordnya. Setelah itu, langsung pulang? Tidak. Karena masih ada yang minta tanda tangan, ingin foto bareng, dan Jokowi yang bersahaja itu mau saja memenuhinya meskipun protokoler sudah berwajah kerung.
Sementara yang lain berebutan di sekitar Presiden Jokowi, saya sibuk foto di dalam istana memakai gear watch Kang Harris Maulana yang bisa motret. Â Saya juga sempatkan untuk pipisin istana. Sebab, di sebuah dongeng yang saya baca, ada peri toilet yang akan menuntun seseorang yang pipis di istana akan kembali ke istana itu lagi. Saya nggak percaya. Tapi saya memang kebelet pipis karena terus minum air putih saat menahan kantuk tadi.
Puncaknya buat saya adalah ketika saya mendapat giliran foto bareng Jokowi per meja makan. Sampai saat ini saya belum lihat hasilnya. Padahal saya perlukan untuk diperlihatkan ke anak saya, agar dia bercita-cita suatu hari juga bisa ke istana atau malah jadi penghuni istana sebagai presiden.
Cinambo, 15 Desember 2015
Â
1 Terima kasih banyak untuk Kompasiana. Walau lama tak menulis di Kompasiana, saya tetap masuk di dalam list.
2. Terima kasih banyak untuk paspampres yang telah menunjukkan saya ke toilet yang benar.Â