Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Telaga Warna, Antara Keindahan Alam dan Mitos

30 Juni 2015   09:55 Diperbarui: 30 Juni 2015   10:10 1902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sarana outdoor di Telaga Warna, Jawa Barat. (Foto: Raiyani Muharramah)

 

Ada mitos yang terkenal ihwal asal-usul Telaga Warna. Pada masa lalu di kaki Gunung Lemo, Mega Mendung  terdapat sebuah kerajaan bernama Kutatanggeuhan atau Kerajaan Kemuning yang dipimpin oleh Prabu Swarnalaya. Sang putri kerajaan bernama Gilang Rukmini memiliki keinginan untuk menghias setiap helai rambutnya dengan emas permata.

Sayang sekali, sang Prabu Swarnalaya tidak berhasil memenuhi keinginan putrinya. Alhasil, sang putri marah! Gilang Rukmini kemudian melemparkan semua permata pemberian ayahnya. Bumi kemudian berguncang dan menyembur air dari tanah. Makin lama makin besar dan menenggelamkan Kerajaan Kutatanggeuhan beserta isinya.

Di tanah kerajaan itu kemudian terbentuk sebuah danau. Dan dari dasar danau memancar cahaya berwarna-warni, berasal dari permata yang bertebaran tadi.

Mitos lainnya juga menyebutkan bahwa Telaga Warna dihuni dua ekor ikan purba bernama  Si Layung  dan Si Tihul. Konon, bagi siapapun yang berhasil melihat keduanya, maka permohonannya akan terkabul.

Mitos menggelikan lainnya adalah siapapun yang mandi di Telaga Warna akan enteng jodoh, banyak rejeki, dan awet muda, asalkan setelah mandi, pakaian dalam ditinggalkan. Maka, kerap kali di Telaga Warna, pengunjung menemukan pakaian dalam  bergelantungan di ranting pepohonan. Rupanya,  mitos ini dipercayai banyak orang, termasuk oleh orang-orang dari luar Bogor. Tidak aneh bila pengunjung yang datang bukan untuk menikmati keindahan alam, melainkan untuk menjalani ritual mandi di telaga.

Total luas kawasan TWA Telaga Warna mencapai 6,5 hektar, terdiri dari 5 hektar hutan konservasi dan 1,5 hektar luas danau. Lokasi wisata ini di bawah naungan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bandung.

Sebelum ditetapkan sebagai TWA, pada 1927 oleh pemerintah kawasan ini terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan hutan Cagar Alam Gunung Mega Mendung dan Ciawi. Kemudian, pada 1954, ditetapkan lagi menjadi Cagar Alam Telaga Warna. Penetapan lokasi ini sebagai TWA bermula ketika pada 1981 kawasan Cagar Alam Telaga Warna statusnya diubah menjadi kawasan wisata alam (KWA) dan kemudian menjadi TWA.

Selain wisatawan domestik, hingga kini Telaga Warna menjadi tempat favorit wisatawan asal Timur Tengah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun