Mohon tunggu...
Benny Rhamdani
Benny Rhamdani Mohon Tunggu... Novelis - Kreator Konten

Menulislah hal yang bermanfaat sebanyak mungkin, sebelum seseorang menuliskan namamu di nisan kuburmu. | Subscribe YouTube @bennyinfo

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengapa Pertambangan di Indonesia Selalu Kisruh?

23 Juni 2015   16:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:39 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seperti dikutip dari CNN Indonesia, Erry Sofyan punya cerita tentang dugaan peran eks Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa di balik lahirnya kebijakan ekspor tambang mineral dan batu bara yang berlaku sejak 2014.

Dia bercerita, semua bermula saat kunjungan delegasi perusahaan alumunium Rusia bernama  Rusal, ke kantor Menko Perekonomian pada 19 November 2013.  Kedatangan produsen alumunium terbesar di dunia itu ke Indonesia terjadi saat sahamnya anjlok di bursa efek London dan Hong Kong. Sementara kompetitor Rusal di Tiongkok semakin merajalela di pasar alumunium dunia setelah bertahun-tahun mendapatkan pasokan bauksit dari indonesia.

Rusal pada 2012 mencatatkan utang hingga US$ 10 miliar. Untuk menghentikan dominasi Tiongkok dan mengembalikan kesehatan neracanya, Erry menduga Rusia menggunakan Indonesia sebagai alat menghentikan pasokan ekspor bahan baku ke Negeri Tirai Bambu.

Pada akhir 2013, kata Erry, pemerintah, Kadin, dan APB3I tengah menggodok program hilirisasi sektor tambang. Program tersebut diterjemahkan dalam draft Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, yang isinya antara lain tetap memberikan izin ekspor bagi perusahaan tambang minerba yang serius membangun smelter atau punya cadangan yang cukup.

Tapi Hatta Rajasa membantah 'bermain' dalam kebijakan larangan ekspor barang tambang mentah (raw material) yang efektif berlaku sejak awal Januari 2014. Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu menegaskan ketentuan tersebut murni pelaksanaan dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

"Jadi tidak benar karena Rusia. Kita tidak bisa diatur dan didikte oleh siapapun," ujarnya kepada CNN Indonesia, Senin (25/5).

Mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga membantah telah melakukan intervensi untuk mengubah substansi rancangan Peraturan pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014, yang menjadi payung hukum pelarangan ekspor mineral. Menurutnya, perumusan PP itu dibahas di Kementerian ESDM.

Mengingat masalah ini terus bergulir kencang dan korban terus berjatuhan, saya berpendapat agar Presiden RI Jokowi langsung turun tangan dengan keputusan yang tidak berat sebelah atau win-win solution. Al inilah yang juga idlakukan pemerintah terhadap Freeport dan Newmont yang tersandung UU Minerba. Mulai dari evaluasi terhadap UU Minerba itu sendiri, tenggang waktu yang tidak terlalu singkat jika memang harus membangun smelter, dan tidak harus memaksakan smelter dibangun di tiap-tiap daerah, tapi bisa dibuat smelter bersama yang besar dengan dana patungan.

Saya berharap juga Jokowi benar-benar melihat UU Minerba, jangan sampai setelah bauksit dan aluminia ini, bakal ada kisruh-kisruh pertambangan lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun