[caption id="attachment_340250" align="alignnone" width="585" caption="komik debat capres"][/caption]
Sejak dulu, saya selalu heran dengan kampanye di TV yang lebay. Sampai-sampai semua tokoh politik merasa berkepentingan memiliki stasiun TV. Bahkan, para pemilik stasiun TV sok yakin bakal berkuasa bila terjun ke kancah politik.
Sederhananya adalah apakah PDI Perjuangan yang memimpin pengumpulan suara terbanyak di pileg lalu punya stasiun TV khusus? Lalu, di mana posisi Hanura, Golkar, Nasdem yang jumlah eksposure kampanye melalui media TV-nya nggak ketulungan itu?
Sebabnya, hingga kini hanya sedikit masyarakat Indonesia yang menggunakan TV sebagai media edukasi politik. Sebagian besar masih menganggap TV hanyalah media hiburan semata. Makanya, acara debat politik sesengit apapun, sulit mengejar rating YKS, Fesbuker, D Academy, Indonesian Idol, sinetron atau bahkan tayangan sepakbola.
Sementara itu, masyarakat yang menyaksikan tayangan politik di TV sebenarnya adalah mereka dengan pendidikan tinggi (well educated). Tapi sayangnya, masyarakat seperti ini biasanya tak punya banyak waktu duduk diam nonton acara TV yang durasinya panjang. Mereka juga umumnya sudah memiliki perahu politik, sehingga bukan sasaran yang tepat untuk dicuci otaknya lalu diputar hatinya untuk memilih X atau Y.
Kemasan
Meskipun demikian, saya tetap berharap tayangan TV berperan dalam memberi pendidikan politik kepada masyarakat luas. Tentu saja, kenetralan TV harus menjadi syarat mutlak. Ketidaknetralan hanya akan menimbulkan antipati panjang.
Selain itu, cara menayangkan acara-acara politik sebaiknya dikemas semenarik mungkin. Jangan tiru gaya program acara di barat yang belum tentu cocok dengan budaya timur. Seorang teman di AS bercerita, acara debat politik di sana diapresiasi penonton dengan baik, karena masyarakat di sana sudah terbiasa berdebat politik. Penonton, umumnya sudah dilatih untuk fokus pada materi yang didebatkan.
Di sini? Saya pernah kumpul dengan  keluarga besar dan memutar tayangan debat politik. Apa yang terjadi kemudian? Semua minta dipindahkan. Lantara, mereka tidak fokus pada debatnya, tapi pada cara penyampaian debater yang menurut mereka tidak sopan, brutal, dan menyebalkan.
Tidak hanya itu, pidato-pidato kampanye lewat TV pun dianggap bunyi kaleng rombeng oleh sebagian besar masyarakat yang sudah bosan dan apatis.
Saya yakin insan pertelevisian merupakan kumpulan orang kreatif yang bisa mengenali dengan baik masyarakat penonton TV Indonesia. Mengerti cara mengemas tayangan pendidikan politik dengan mengena.
Klik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H