[caption id="attachment_359535" align="aligncenter" width="600" caption="Minat baca anak di Jerman menurun. (foto: buchmesse.de)"][/caption]
Siapa sangka minat baca anak-anak di negara maju seperti Jerman ternyata menurun. Padahal di Jerman, setiap tahun digelar Frankfurt Book Fair yang senantiasa dinanti-nanti seluruh masyarakat perbukuan dunia. Tapi itulah fakta yang diungkapkan  Ms. Renatte Riechstein, Direktur Asosiasi Penerbit Buku Anak Jerman, beberapa hari lalu ketika berdiskusi di Bandung.
Renatte menjelaskan fakta di lapangan yang ditemukannya, sejumlah anak di Jerman kelas tiga SD bahkan tidak bisa membaca dengan baik. "Mereka bisa membaca kata per kata. Namun kalau sudah dihubungkan sebanyak tiga kata mereka tidak faham. Salah satu sebabnya adalah jarangnya anak-anak membaca buku," jelas Renatte yang juga sibuk mengurus Frankfurt Book Fair.
Kesimpulan Renatte juga dihubungkan dengan semakin menurunnya penjualan buku anak dari tahun ke tahun. "Ya, angka penjualan buku yang disampaikan penerbit setiap tahunnya terus menurun karena minat baca buku juga turun," katanya.
[caption id="attachment_359533" align="aligncenter" width="360" caption="Ms. Renatte Reichstein menjelaskan problem minat baca di Jerman. (foto: Benny)"]
Pemerintah Jerman sejak enam tahun sudah turun tangan agar minat baca anak di negaranya terus meningkat. Renatte menyebutnya tiga cara meningkatkan minat baca. Hebatnya, upaya ini melibatkan para dokter anak di Jerman.
Pertama, buku dikenalkan kepada anak-anak melalui dokter anak. Di negara maju seperti Jerman, dipastikan setiap keluarga memiliki dokter anak dan mengunjunginya secara berkala. Pada kunjungan ke dokter, anak-anak ini akan diberikan buku secara cuma-cuma. Tidak hanya buku, dokter juga akan memberi DVD kepada orangtua berisi panduan menumbuhkan minat baca anak.
"Untuk orangtua diberikan DVD karena dipastikan semua keluarga di Jerman punya DVD player. Dan mereka biasanya lebih suka mengetahui panduannya melalui  film ketimbang buku," jelas Reanatte.
Kedua, pada kunjungan ke dokter berikutnya ketika sudah semakain meningkat usianya, anak-anak akan diberikan voucher untuk mendapatkan buku gratis di perpustakaan. Bukan untuk dipinjam, tapi memilikinya. Dengan begitu, anak juga dilatiah untuk mulai berkunjung ke perpustakaan.
Tentu saja kedua program ini disponsori pemerintah, CSR perusahaan swasta/BUMN, termasuk penerbit buku.
Ketiga, saat masuk sekolah anak-anak mulai dianjurkan mengikuti kegiatan membaca. Misalnya dengan membuat klab baca hingga kartu perpustakaan. Di usia ini, sekolah benar-benar berperan penting memamcu minat baca anak.