Mohon tunggu...
BASMI
BASMI Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca, Berolahraga, Mendengar Musik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kontinuitas dan Diskontinuitas Hukum Taurat

2 Oktober 2023   10:03 Diperbarui: 2 Oktober 2023   10:19 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap agama di dunia memiliki sistem hukum tersendiri, tujuannya untuk mengatur dan mengendalikan kehidupan setiap pemeluk agama tersebut dan relasi dengan pencipta semesta alam menurut keyakinan masin-masing sehingga tercapai harmonisasi kehidupan baik antara sesama pemeluk agama, maupun dengan komunitas lain berdasarkan keyakinan yang diajarkan oleh agama itu. Tak terkecuali dengan agama Kristen yang memiliki sistem hukum tersendiri yang unik untuk mengatur setiap pemeluknya. Jika merujuk kepada Alkitab, maka hukum tersebut disebut Hukum Taurat. Hukum Taurat memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan hukum-hukum lain yang ada di dunia ini.

Menurut Kamus Gambaran Alkitab, Hukum Taurat ialah pengungkapan pengharapan Allah atas perilaku moral dan Rohani bangsa Israel, pedoman-pedoman yang Allah berikan kepada Israel untuk memampukan mereka menjalani kehidupan seperti kehidupan yang dimaksudkan oleh penciptaan-Nya atas mereka. Secara etimologi, kata Taurat berasal dari kata Tora yang diterjemahkan oleh sebagian besar teolog sebagai petunjuk, pengajaran, dan perintah. Hukum Taurat juga dipandang sebagai Kovenan (perjanjian). Hal senada juga dijelaskan dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini bahwa Hukum Taurat sering digunakan untuk menunjukkan seluruh atau sebagian hukum dari Perjanjian Lama. Dalam arti terbatas, Hukum Taurat merujuk kepada hukum Musa yang terdapat dalam kitab Pentateuk yang bersumber dari Tuhan Allah (sepuluh perintah Tuhan), sedangkan dalam arti luas, yaitu seluruh kitab Perjanjian Lama, tanpa kitab nabi-nabi.

Dalam Dictionary of Old Testament Theologi and Exegesis Vol.4 dijelaskan bahwa Alkitab memuat beberapa pokok pembahasan, yaitu:

  • Hukum Moral, terdiri dari sepuluh perintah Tuhan yang diterima oleh Musa di gunung Sinai yang harus ditaati oleh kaum Israel (Keluaran 20).
  • Hukum Seremonial, yaitu hukum atau aturan-aturan yang mengatur tata-cara upacara/ritual peribadatan dalam Yudaisme. Contoh: tentang makanan najis dan tidak najis, korban-korban bakaran dan persembahan yang tertuang dalam kitab Imamat.
  • Hukum Sipil, merupakan undang-undang yang mengatur kehidupan sipil bangsa Israel yang bersifat Teokrasi dan Otokrasi. Contoh: nabi palsu harus ditangkap dan dihukum mati (Ul.18:20), orang yang kedapatan berzinah dihukum mati (Im.20:10), orang yang sengaja menghilangkan nyawa seseorang akan dihukum mati (Kel.21:12). 

Dari ketiga bagian hukum Taurat tersebut, ada yang bersifat kontinuitas (masih dijalankan/diberlakukan untuk ditaati sampai saat ini) dan ada juga diskontinuitas (tidak diberlakukan lagi saat ini). Adapun hukum Taurat yang berlaku (kontinuitas) sampai saat ini adalah hukum moral, contohnya: jangan menyembah Allah lain, jangan membunuh, menghormati orang tua, dan sebagainya. Dasar dan penegasan bahwa hukum Taurat yang bersifat hukum moral masih berlaku sampai saat ini dapat dilihat dari pernyataan Yesus dalam Matius 5:17 “Janganlah kamu menyangka, bahwa aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya”. Makna dari pernyataan Yesus tersebut sangat jelas bahwa kedatangan-Nya ke dunia untuk menggenapi hukum Taurat, bukan meniadakan. 

Pertanyaan yang muncul setelah membaca kalimat Yesus, yaitu; Mengapa Yesus berkata bahwa Dia menggenapi hukum Taurat? Apakah tidak ada manusia lain yang sanggup menggenapinya? Ya, tidak ada satupun manusia yang mampu menggenapi hukum Taurat, kecuali manusia Yesus Kristus. Selanjutnya hukum Taurat yang tidak berlaku (diskontinuitas) lagi di zaman ini, yaitu hukum Taurat yang bersifat seremonial dan sipil. Hukum Taurat yang bersifat seremonial tidak diberlakukan lagi, sudah dibatalkan, atau digenapi dengan kedatangan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Tuhan Yesus. 

Hal ini dapat dilihat dalam Efesus 2:15 “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”. Rasul Paulus dengan tegas mengatakan bahwa kematian Kristus membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya. Hukum Taurat yang mana yang dimaksudkan oleh Paulus? Jelas, hukum Taurat yang bersifat seremonial. 

Hal ini juga dipertegas oleh Yohanes Pembaptis yang mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yoh. 1:29), artinya: tidak perlu lagi anak domba (hewan) dikurbankan untuk menghapus dosa. Demikian juga, keterangan Ibrani 9:10, 10:1 (mengenai peraturan makanan dan minuman, korban yang dipersembahkan), sangat jelas memaknai bahwa hukum Taurat yang bersifat seremonial/tata cara ibadah tidak berlaku lagi saat ini (diskontinuitas). Sementara itu, hukum Taurat yang bersifat hukum sipil juga tidak berlaku lagi pada zaman sekarang karena setiap negara yang didiami oleh orang-orang percaya memiliki hukum sipil masing-masih, contohnya: 

Indonesia memiliki KUHP dan KUHAP untuk mengatur kehidupan sipil yang melanggar pidana. Negara Israel modern juga tidak lagi menggunakan hukum Taurat yang bersifat hukum sipil yang terdapat dalam Perjanjian Lama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun