Mohon tunggu...
Benni Sinaga
Benni Sinaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Si Anak Jagung motto : hidup tanpa kawan ibarat pohon tanpa akar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pandangan Orang Batak terhadap Gender dan Seksualitas

21 Juni 2017   11:26 Diperbarui: 21 Juni 2017   13:50 4376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Benni Sinaga

Masalah gender dan seksualitas menjadi suatu perbincangan yang panas dalam zaman post modern saat ini, dimana telah banyak manusia yang ingin mengubah peran dan fungsi sebagai manusia. Pemahaman bahwa manusia adalah sama menjadi latarbelakang bahwa laki-laki dan perempuan itu sama.

Memang pada harkat dan martabat bahwa manusia adalah sama laki-laki dan perempuan merupakan manusia. Tetapi jikalau berbicara peran dan fungsi maka laki-laki dan perempuan adalah berbeda. Laki-laki adalah laki-laki perempuan adalah perempuan.

Dalam budaya batak tercermin bahwa laki-laki lebih dihormati karena pembawa marga seolah-oleh perempuan tidak penting, sehingga terjadi salah taksir di berbagai masyarakat suku lain bahwa suku batak kurang menghargai perempuan, terkhusus zaman dulu orang batak terkenal tidak mau menyekolahkan anak perempuan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

 Karena orangtua dulu beranggapan bahwa perempuan di" jual" akan di bawa suaminya sehingga tidak boleh sekolah tinggi-tingi. Sehingga banyak beranggapan bahwa orang batak tidak menghargai perempuan, perempaun tahunya hanya masak dan bereskan rumah, dan melayani suaminya.

Pandangan ini menjelma menjadi sebuah budaya yang terus-menerus menjadi bahan perbincangan yang menarik, sehingga suku batak menjadi  suku yang ekstrem dalam gender antara laki-laki dan perempuan. Suku batak terkenal dengan laki-laki di junjung, perempuan di sanjung. Maka sampai ada judu lagu Anak Naburju artinya anak yang baik, boru panggoaran  perempuan pembawa gelar panggilan bagi orang tua. Namun kalau orang memahami disitulah bahwa keseimbangan gender telah tercipta

Budaya sering membuat pemahaman keberagaman gender menjadi kerdil, contohnya dulu kalau di suku Batak, Perempuan tidak bisa kepala suku, atau pemimpin dalam sebuah kerajaan ini tercermin karena budaya membuat kita dangkal dalam memahami gender. Latarbelakang bahwa perbuatan demkian ternyata tercermin dari budaya yang primitif yang tidak melihat dari keberagaman gender.

Kekuatan dan kelemahan antara laki-laki dan perempuan merupakan keseimbangan yang sempurna dalam menjalani kehidupan manusia. Dalam pemahaman bahwa manusia adalah sama maka suku batak di zaman Modern   mengubah pemikiran dimana laki-laki dan perempauan sama, hanya memiliki fungsi dan peran yang berbeda.

Menurut saya walaupun laki-laki dan perempuan sama tetapi tetap mengerjakan apa yang hakikatnya sebagai manusia. Perempuan mengerjakan tugasnya sebagai perempuan, laki-laki mengerjakan tugasnya sebagai laki-laki. Bicara tugas bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada dalam keluarga, masyarakat berbangsa.

Budaya Batak

Untuk menjaga keseimbangan dalam keberagaman gender maka dalam budaya batak ada istilah yang disebut dengan " Dalihan Natolu" tiga ketetapan dalam keberagaman gender yaitu Somba marhula-hula, manat mardongan tubu dan elek marboruartinya kita harus hormat kepada saudara laki-laki dari istri, hati-hati dan berjaga-jaga kepada saudara-saudara dan lemah-lembut kepada saudara perempuan. Jadi keseimbangan gender tercipta  sedemikian rupa.

Persamaan tampak dan teori saling hormat tercipta. Jadi pandangan bahwa suku batak kurang menghargai perempuan terjawab sudah bahwa orang batak sangat menghargai keberagaman gender. Suku batak hanya memandang dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.

Terus kita langsung berpikir bagaimana pandangan dengan lesbay, guy, biseks dan transgender apakah mereka tidak manusia?. Kalau pandangan saya bahwa lesbay, guy, biseks dan transgender adalah manusia. Hanya di suku batak hanya ada dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Istilah LGBT saat ini berkembang karena adanya kemajuan teknologi dan perubahan pola pikir manusia modern.

Kemajuan ini mengajak kita untuk berpikir lebih baik, berbicara keberagaman gender seperti lesbay, guy, biseks dan transgender merupakan bentuk keserakahan, persoalan ini adalah persoalan tingkah laku bukan jenis kelamin. Kalau kita mau jujur jenis kelamin yang ciptakan adalah dua yaitu laki-laki dan perempuan. LGBT bukan jenis kelamin tetapi tingkah laku, sehingga kita tidak sepakat ada jenis kelamin LGBT. Biarkan saja itu adalah masalah tingkah laku yang harus dikembalikan kepada hakikatnya sebagai manusia.

Mengenai perkawinan

Dalam budaya batak terkenal kalau menikah biaya besar, sehingga banyak yang beranggapan bahwa suku batak masih primitif, mahar yang mahal dan adat yang ribet membuat suku lain melihat ada keanehan yang ada di suku batak. Mungkin bisa saja terbersit pemikiran seperti itu, karena belum mengetahui seluk-beluk adat batak sebenarnya kalau mengerti pasti dia paham.

Mahar yang mahal sebenarnya bukan menunjukkan kesombongan, tetapi bagaimana tanggungjawab laki-laki dalam perjalanan keluarga. Mahar bukan satu-satunya proses perjalanan adat, masih banyak acara lain yang harus biayai, sehingga maharnya mahal.

Karena  dalam perkawinan suku batak, sebelum pesta perkawinan ada lagi acara yang harus dilakukan di pihak perempuan, sehingga itulah cara orang tua mempelai wanita untuk mengundang dan menghormati seluruh saudara, masyarakat sekitar dan yang lainnya untuk keperluan pesta perkawinan.

Sehingga  mahalnya biaya adat merupakan bentuk rasa tanggung jawab yang di ikat dengan perjanjian sehidup-semati dan Berlasdaskan Tuhan itulah menjadi fondasi dalam perkawinan, sehingga tidak main-main. Dalam dalam suku batak menganut sistem perkawinan monogami satu laki-laki, satu perempuan. Dan tidak ada istilah ganti jenis kelamin dan menikah dengan satu jenis maksudnya laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan.

Dalam suku batak juga tidak ada istilah menikah dengan satu marga, misalnya laki-laki marga sinaga Perempuan Boru Sinaga tidak boleh, makanya ada marga sehingga kita tahu mana saudara kita, mana paman, mana namboru, mana ito dan lae yang sudah bahasa familiar kita kenal.

Sehingga orang batak dikenal dengan suku bertutur, karena ada marganya makanya ada istilah bertutur dulu baru tahu bagaimana tali persaudaraan dan kita memanggil apa kepada yang kita jumpa. Sebenarnya asyik kalau kita mengerti dan memahaminya sehingga kita menyadari betapa kayanya suku, budaya yang ada di Indonesia.

Orang yang mengerti dan mamahami akan menyadari bahwa adat batak tidak ribet dan tidak mahal, hanya memang ada beranggapan mahalnya adat sehingga takut menikah. Tergantung kita memahami adat seperti dan apa tujuan budaya dan adat itu untuk dilestarikan, karena kekuatan yang pada suku terletak didalam budayanya. Mahalnya mahar tergantung kita kenapa kita buat mahal, banyak cara bagaimana pemecahan masalahnya tergantung kepada orang yang mau menikah tujuan dan motivasinya apa.

Pemahaman juga bahwa setelah menikah tugas dari seorang perempuan adalah memasak, mengerjakan seluruh pekerjaan rumah. Hal tersebut merupakan pendangkalan arti dari perrnikahan, makanya sangat aneh jika tujuan laki-laki menikah hanya supaya ada yang cuci pakainnya dan mengurusnya. Dalam budaya batak seks itu bisa dilakukan setelah menikah. Tidak ada istilah kawin dulu baru menikah yang benar menikah dulu baru kawin.

Pandangan mengenai gender dan seksualitas dapat di kaji dalam beberapa faktor bisa dilihat dari egi hukum, agama, adat dan budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Dalam suku batak gender dan seksualitas merupakan hal penting dalam keberlangsungan hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun