Sitok hanya mendengar cerita ketika Rendra masih bergiat mendirikan Studi Klub Drama Jogja di Yogyakarta, jauh sebelum bengkel itu ada, dan menggebrak dengan proyek perkemahan Kaum Urakan pada tahun 70-an di Parangtritis. Kala itu, Rendra dengan Studi Klub Drama Jogja, menularkan keilmuannya tentang dunia drama kepada murid-muridnya seperti Teguh Karya, Arifin C Noer hingga Deddy Sutomo.
Teguh Karya sebagaimana diketahui publik akhirnya mendirikan kelompok teater Popular, demikian halnya dengan Arifin C Noer dengan teater Ketjil, dan Deddy Sutomo, malang melintang sebagai aktor yang berjaya pada masanya. Atau masa awal ketika Bengkel Teater sudah berdiri dan murid-murid pertamanya seperti Sunarti, Sitoresmi Prabuningrat, Putu Wijaya, Areng Widodo, Untung Basuki, Iwan Burnani, Bambang Isworo, Azwar Alam, Adi Kurdi hingga Sawung Jabo masih bersitekun berproses kreatif di markasnya di Patangpuluhan, Yogyakarta.
Keberadaan Rendra sebagai Godfather teater di Indonesia tidak terbantahkan dengan fakta-fakta itu. Karenanya, kata Sitok, ibu dunia teater Indonesia akhirnya bermuara kepada keberadaan Rendra.
Dari keilmuan Rendra pula, Putu Wijaya menghidupkan Teater Mandiri. Belum termasuk keberadaan teater Gandrik dan Dinasti di Yogyakarta, yang tumbuh kembang dari murid-murid yang pernah menimba ilmu, atau tertular ilmu keteaterannya lantaran sepak terjang Rendra.
Demikian halnya keberadaan teater Koma milik Nano Riantiarno, yang bisa diartikan dari turunan teater Popular Teguh Karya, yang notabene adalah juga murid Rendra. Hingga nama-nama turunan dan di bawahnya seperti Budi S Otong dan Dindon pun ada dan mengada, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Rendra. Tidak berlebihan pula jika Sitok menyebut Rendra adalah ”Guru yang dahsyat”, dan keberadaan BTR di Citayam, Depok, Jabar pada sebuah masa pernah menjadi universitas kesenian dan kehidupan yang tiada duanya.
Otig Pakis pun sepakat dengan Sitok. Meski tidak mengerti benar sejarah bengkel itu ketika masih berada di Yogyakarta, namun persinggungannya yang sudah 23 tahun di BTR di Citayam, tak ternilai harganya. Otig yang ”diwisuda” bersama Sitok, Amin Kamil, Dewi Pakis, Bramantyo, Radar Panca Dahana dan beberapa nama lainnya tahun 86 seusai pementasan Panembahan Reso, ingat betul ketika mengucapkan janji Prasetya di hadapan Rendra.
Janji Prasetya, hanya diberikan dan diucapkan para anggota tetap yang telah dilantik menjadi anggota BTR oleh Rendra. Isi janji Prasetya, sebagaimana juga dikatakan Sitok, biasanya melekat luar kepala dan menjadi panduan amalan semua anggota tetap BTR. Bunyi janji Prasetya itu (1) Aku ini milik Tuhan, dan hanya mengabdi pada kehendak Tuhan, (2) aku tidak ingin memiliki yang berlebih, segala yang berlebih akan aku kembalikan kepada Tuhan melewati alam dan kebudayaan, (3) aku setia kepada hati nuraniku, (4) aku setia pada jalannya alam, dan (5) aku menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. (Benny Benke)
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/08/29/78499/-Proyek-Kaum-Urakan-y
ang-Menggebrak-dari-Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H