Mohon tunggu...
Gladly Steward Benly Taliawo
Gladly Steward Benly Taliawo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

harapku,,Indonesia bangkitlah!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada oleh DPRD, Setujukah?

17 April 2018   18:10 Diperbarui: 17 April 2018   18:34 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam Perjuangan,

Jelang gelaran Pilkada serentak pada bulan Juni 2018 mendatang,   sebuah wacana "baru tapi lama", yakni Pilkada (Gubernur,   Bupati/Walikota) secara tidak langsung/dipilih oleh DPRD kembali   mencuat. 

Pilkada oleh DPRD sebenarnya sudah pernah dilakukan  dulu di   era sebelum reformasi, dan wacana untuk mengembalikan Pilkada ke DPRD   sudah sering diperbincangkan dalam berbagai diskursus, namun karena   penolakan dari masyarakat wacana ini pun hanya sebatas wacana saja. 

Ide Pilkada oleh DPRD ini dilatarbelakangi oleh bias dari pelaksanaan  Pilkada langsung, salah satunya adalah maraknya konflik yang muncul  akibat hegemoni dukungan yang berlebihan. Selain itu, ada juga alasan mengapa Pilkada langsung diubah menjadi Pilkada oleh DPRD karena  argumentasi bahwa kualitas Kepala Daerah produk Pilkada langsung  ternyata tdk sesuai dengan apa yang diharapkan. 

Persoalan kapasitas/kapabilitas, persoalan profesionalisme dan performance   pemimpin terpilih, persoalan integritas dan masalah hukum yang menjerat   Kepala Daerah hingga soal harmonisasi hubungan antara Kepala Daerah   dengan wakilnya adalah persoalan yang lumrah dan menjadi tren produk   Pilkada langsung.

Harus diakui selama ini sudah  terpola  dalam pikiran masyarakat bahwa demokrasi yang sesungguhnya  adalah  ketika rakyat diberi kesempatan untuk memilih dan menentukan  sendiri  pemimpinnya. 

Tidak heran, terjadi penolakan demi penolakan dari   masyarakat atas munculnya wacana untuk mengembalikan proses Pilkada ke   tangan DPRD selaku lembaga perwakilan rakyat. Argumentasi yang paling   sering diangkat adalah bahwa Pilkada oleh DPRD adalah suatu kemunduran   demokrasi. Lalu benarkah demikian? Apakah Pilkada langsung lebih baik  dari Pilkada oleh DPRD?

Pada kenyataannya, Pilkada  langsung oleh rakyat membawa konsekwensi yang cukup masif dan kompleks.  Mulai dari adanya konflik horizontal di masyarakat, pelanggaran Pilkada  yang dilakukan oleh peserta maupun penyelenggara, money politic hingga  adanya gugatan hukum sebagai protes terhadap hasil Pilkada, yang tentu  saja mempengaruhi stabilitas ekonomi maupun politik dalam negeri. 

Selain  itu, dari sisi anggaran, Pilkada langsung (apalagi dilakukan secara  serentak) membutuhkan anggaran yang sangat besar. Sayangnya, dengan  besaran anggaran pelaksanaan Pilkada yang sangat besar itu jika  dibandingkan dengan output yang diharapkan; kualitas Kepala Daerah yang  dihasilkan masih jauh panggang dari api.

Bagaimana jika  Pilkada oleh DPRD? Apakah persoalan-persoalan tersebut diatas tadi  sudah tidak akan muncul lagi? Tidak segampang itu mengatakannya, tapi  mari kita lihat. Pilkada oleh DPRD secara sederhana dapat diartikan  sebagai proses mendelegasikan kuasa kedaulatan rakyat untuk memilih dan  menentukan Kepala Daerah nya ke tangan DPRD selaku representasi rakyat.  

Pengertian ini sebenarnya satu tarikan nafas dengan frasa pada Sila ke 4  "...dalam permusyawaratan perwakilan", maka secara formil Pilkada oleh  lembaga perwakilan memang diamanatkan oleh Pancasila. Artinya,  pelaksanaan Pilkada oleh DPRD dari sisi substantif ataupun prosedural  "kedaulatan rakyat" tidak kehilangan maknanya. "Kedaulatan" tetap berada  ditangan rakyat yang direpresentasikan oleh DPRD.

Penulis  melihat Pilkada oleh DPRD sebagai suatu proses menyederhanakan  mekanisme/prosedur Pilkada (aturan maupun instrumen pelaksanaannya) dan  "melokalisir" ekses/konsekwensi dari Pilkada itu sendiri. 

Dampak Pilkada  oleh DPRD antara lain, terjadi penghematan/efisiensi uang negara karena  anggaran Pilkada akan jauh berkurang, tingkat potensi konflik  horizontal akan menurun, money politic akan lebih mudah  diantisipasi karena pengawasannya lebih mudah di lokasi pemilihan yang  terlokalisir hanya di 1 tempat (gedung DPRD), potensi kecurangan juga  berkurang karena instrumen Pilkada yang lebih sedikit sehingga mudah  diawasi-otomatis gugatan hukum terhadap proses/hasil Pilkada juga akan  semakin berkurang. 

Yang paling penting menurut penulis, Pilkada langsung  oleh DPRD akan menjadikan peran Partai Politik (terutama di daerah) akan  semakin kuat dan legitimate. Hal ini menyebabkan peta persaingan figur  calon Kepala Daerah semakin mengerucut-artinya kualitas para figur bakal  calon Kepala Daerah yang bersaing untuk diusung oleh partai politik  dalam Pilkada akan semakin lebih baik lagi. 

Khusus untuk soal money  politic, Pilkada oleh DPRD memang memungkinkan terjadi deal politic  dengan iming-iming uang dari oknum figur kepada oknum anggota  DPRD yang merupakan pemegang Hak Pilih. Disinilah peran dari masyarakat,  Panwaslu bahkan KPK akan sangat menentukan. Lokasi pelaksanaan yang  hanya terfokus di gedung DPRD juga akan membuat lingkup pengawasan lebih  kecil, objek pengawasannya pun hanya kepada Pimpinan/Anggota DPRD yang  memegang hak pilih. 

Jadi, selain memenuhi syarat demokrasi secara  prosedural, Pilkada oleh DPRD juga memenuhi syarat substantif yaitu  dengan semakin berkualitas proses pelaksanaan Pilkada dan semakin tinggi  pula kualitas Kepala Daerah yang dihasilkan.

Hanya  saja, dalam teori sistem kita mengenal tesis "tidak ada satu pun sistem  di dunia ini yang terintegrasi secara sempurna". Maksudnya adalah sebaik  apapun sebuah sistem dibangun, pasti ada kekurangan/kelemahan  didalamnya. 

Oleh sebab itu, proses rekrutmen Kepala Daerah oleh DPRD harus  direncanakan secara matang dengan mengkaji secara holistik berbagai  konsekwensi yang ditimbulkan. Berbagai diskursus terhadap wacana Pilkada  oleh DPRD harus terus dilakukan oleh kita semua untuk semakin  menyempurnakan sistem demokrasi yang kita anut ke depannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun