Beberapa waktu sebelum PRRI meletus, Pak Sim secara khusus datang ke kota Padang untuk bertemu Kol. Simbolon. Â Dijelaskan ke Simbolon, bahwa adalah merugikan bila memulai semacam perang saudara, yang apabila mereka menang dengan bantuan pihak luar, hanya akan mengakibatkan pecahnya Indonesia, dan bila kalah, maka memperkuat posisi pihak yang dikecam (maksudnya : pemerintah pusat pimpinan Bung Karno). Â Selanjutnya mengenai PRRI adalah sejarah.
Militer & Demokrasi : Gagal mendamaikan = trouble
Saat diangkat sebagai KSAP, pertanyaan yang muncul di benak Pak Sim adalah, "Apakah di sini akan terulang sejarah Kuomintang? Â Demokrasi ditelan peranan militer dan akhirnya komunis masuk."Â
Di kemudian hari, di era Orde baru, pertanyaan Pak Sim melebar menjadi, apakah peranan militer yang disebut Dwifungsi ABRI, tidak membawa ke militerisme, otoriterisme, dan totaliterisme, tapi ikut menumbuhkan dan mengembangkan demokrasi Pancasila?
Sejak awal, pak Sim berkeinginan agar TNI dapat mereorganisasi dirinya menjadi lebih profesional, sehingga peran militer lambat laun makin tidak menonjol. Â
Kenyataannya, sejak awal berdiri Republik, TNI telah pasang badan membela Republik, bahkan saat kelembagaan negara lainnya masih dalam proses pembentukan. Â Dan peran TNI semakin lama ternyata semakin besar, dan perannya ditahbiskan dengan istilah 'dwifungsi ABRI' (ABRI = Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sebagai kekuatan sosial politik dan kekuatan pertahanan keamanan).
Saat diskusi di CSIS tanggal 10 Oktober 1986, tentang "Dwifungsi ABRI dan Demokrasi Pancasila", Pak Sim menyebutkan, "...saya kira kalau kita tidak damaikan peranan militer...dengan demokrasi, saya kira we are in trouble, we will be in trouble. Â Dan terus terang, kebanyakan orang gagal dalam hal ini."
Di tahun 1950-an, teori yang dikembangkan oleh TNI adalah : kita dukung pemerintah, supaya dia menjadi pemerintah yang kuat, di bawah payung pemerintah itu kita reorganisir tentara, supaya dengan dukungan militer, politik dapat berkembang dengan baik.Â
Ternyata di sisi lain (pihak sipil) teori itu tidak berjalan : politik tidak tambah stabil malah terpecah-pecah. Â Sehingga, dibangun teori : peranan militer yang lebih luas daripada yang diharapkan semula. Â Dan itulah yang ditulis Pak Sim dalam buku "Pelopor dalam perang, pelopor dalam damai". Â Â
Pak Sim punya teori sendiri mengenai penyebab peran TNI yang besar. Â Menurut Pak Sim, peran besar TNI adalah 'hadiah' dari 3 pihak : Belanda, Darul Islam (perang melawan DI adalah perang terlama TNI : 13 tahun), dan PKI. Â
Rongrongan dari ketiga pihak itulah, setelah proklamasi kemerdekaan, yang membuat TNI mereorganisasi dirinya menjadi sebuah institusi yang kian hari kian modern, dan semakin mempersiapkan kadernya secara berkelanjutan. Â