Si(apa) St. Fidelis Sigmaringen?
Tidak semua umat Katolik hafal dengan nama Santo/Santa, apalagi latar belakang ia dibeatifikasi menjadi "orang yang diberkati". Lebih dari 10.000 nama, sangat wajar jika umat Katolik tidak menghafalnya; kecuali sebagai nama pelindung dalam nama baptisnya sendiri (umat Katolik), atau pelindung paroki/sekolah/lingkungan dalam kesehariannya.
Saya menjadi familiar dengan St. Fidelis karena ia adalah nama paroki/gereja di kampung halaman Papa, di Parapat, Sumatera Utara. Kendati demikian, saya baru mengetahui siapa St. Fidelis von Sigmaringen bertepatan dengan perayaan peringatannya pada misa ekaristi minggu ini, 24 April 2022, sebagai hari peringatannya yang ke-400.
Meski disebut pesta peringatan pelindung paroki, namun jauh dari kesan meriah seperti di paroki lain yang saya ketahui. Misalnya, Paroki Aloysius Gonzaga Cijantung (Jakarta), rajin mengadakan misa akulturasi budaya pada minggu yang paling mendekati tanggal 21 Juni; tanggal peringatan Santo Aloysius Gonzaga. Selepas misa, halaman gereja atau bisa pula bertempat di sekolah Slamet Riyadi (sebelah paroki) masih akan ramai oleh umat paroki yang melakukan aksi pertunjukan kesenian dan lain sebagainya.
Hal itu tidak terjadi di paroki St. Fidelis Sigmaringen hari ini. "Prihatin", begitulah tanggapan Pastor saat khotbah tadi. Saya yang tak tahu-menahu tentang keberadaan paroki ini, karena memang saya bukan binaan "ibu gereja" (paroki) St. Fidelis, jadi cukup tergugah dengan keadaan paroki. Renungan khotbah pastor ini menjawab keheranan saya pada misa-misa sebelumnya, terutama misa Paskah kemarin yang kurang khusyuk beribadah jika berada di luar gedung gereja.
Gereja St. Fidelis saat ini hanya fokus pada satu kali (waktu) misa mingguan dan hanya memanfaatkan gedung gereja tua ini yang belum berkembang sepanjang usia sang Romo pengkhotbah. Artinya, kalau saya ikut misa di luar gedung gereja, maka nikmatilah suara burung, jangkrik, dan klakson kapal ferry yang bernyanyi dari kejauhan.
Martir yang setia
Kendati tanpa kesemarakkan, khotbah sang Romo mampu membawa saya mengenal dan menghayati iman Santo Fidelis Sigmaringen. Saya yang kali ini mendapati tempat duduk pojokan tembok dekat dengan Frater yang bertugas sebagai organis, semakin (terlihat) terpojok karena reaksi/gestur kebiasaan saya sedang berpikir (emotionally) adalah "nyender", melipat tangan di dada, sambil sesekali telunjuk memijit-mijit dahi.
Dari pemaparan Romo, saya baru tahu St. Fidelis Sigmaringen lebih umum dikenal sebagai pembela/advokat orang-orang miskin. Terlebih dari itu, ia adalah martir yang memiliki keteguhan iman Gereja Apostolik (katolik) sewaktu era gejolak reformasi melanda daratan Eropa.
Kebetulan yang tidak saya sangka, peringatannya hari ini semakin cocok bersamaan dengan perayaan Kerahiman Illahi oleh gereja katolik (sedunia), yakni kisah Rasul Thomas yang skeptis dengan berita bahwa Kristus telah bangkit.