Hal inilah yang menjadi dasar argumen Islam politik bahwa pendidikan moralitas Islam sebagai sistem dan tradisi Islam sebagai ilmu layak untuk diterapkan pula.Â
Tapi perlu digarisbawahi bahwa argumen keyakinan moralis Islam tidak seiring dengan argumen psikologi. Hak dasar untuk mendapat ilmu melalui sistem pendidikan Nasional, tidak sama dengan narasi kewajiban moralis Islam menggunakan hijab bagi pelajar perempuan. Ini yang barangkali terjadi persis di India sekarang.
Realitas sosial masyarakat Indonesia kebanyakan masih menganggap tabu pembicaraan seks di depan anak. Tentu ini hal yang wajar, karena tak semua orang tua menguasai wacana seks yang dianggap bijak bagi pertumbuhan anak.
Seorang anak bisa dengan polosnya bertanya sesuatu terkait seks, sedangkan beberapa orang tua tak punya waktu memikirkan apalagi merumuskan bahasan apa saja yang layak bagi perkembangan kognitif anak terhadap realitas sosial.Â
Dengan demikian, peran sekolah sebagai penyelenggara ilmu dan pendidikan dapat mengisi wacana tersebut sebagaimana kepekaan Negara terhadap realitas kehidupan sosial.
Sebenarnya saya mau membahas panjang lebar, tapi karena dasarnya saya sudah mengantuk dan cuaca sangat amat dingin di kawasan pegunungan sehabis hujan tadi sore, maka pembahasan saya hanya sebatas gambaran diskusi medsos disertai screenshot.Â
Bahasan ini bisa lebih ILMIAH, dengan paradigma yang acap dirujuk psikoanalis ideologi, dalam Habermas, Fromm, Marx, dan Freud. Terutama jika anda memiliki dasar keilmuan tafsir Islam populer, jejeran filsuf tersebut siap membantu anda membongkar kegagalan narasi moralitas Islam sebagai sistem (syariat).