Mohon tunggu...
Beni Sutanto
Beni Sutanto Mohon Tunggu... Relawan - Tertarik pada sejarah,sastra,seni dan budaya. Belajar mengalami dan belajar menulis

Tidak banyak cerita tentang saya, kalau hidup hanya sekali sudah itu mati maka saya memilih hidup tidak hanya sebagai satu orang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Orang Indonesia Berhentilah Menulis dan Mengatakan "Indo"

13 April 2024   00:07 Diperbarui: 27 Juli 2024   18:57 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kumpulan cuplikan dari internet dan sosial media yang lebih suka memakai kata Indo dibanding Indonesia/dokpri

Keberadaan orang-orang Indo ini menjadi satu polemik karena di suatu situasi tertentu mereka tidak mendapat tempat di masyarakat, karena tidak semua orang keturunan mendapat jabatan dan wewenang seperti orang Eropa lainnya bahkan ada yang dianggap lebih mendukung Indonesia/Pribumi daripada kepentingan Belanda/Eropa. Kemudian pada babak yang hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia yaitu Masa Bersiap,periode dalam revolusi peralihan dari kekuasaan Jepang ke Indonesia di masa ini  banyak orang-orang Eropa yang secara kejam mengalami kekerasan, perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh pribumi Indonesia.

 Semua orang dan hal-hal yang berbau Belanda dan Eropa dibantai dan dihancurkan, mengakibatkan banyak korban meninggal dari orang-orang Eropa yang bahkan saat itu mereka dibantai di camp-camp pengungsian, akhirnya orang Eropa terusir dan terpaksa meninggalkan Indonesia banyak dari mereka yang kembali ke Belanda atau menuju negara lain. 

Diantara Mereka yang kembali ke Belanda terdapat pula orang-orang Indo maupun pribumi yang memilih pergi menggindari kekacauan atau mengikuti keluarga dan tuan-tuan mereka. Di Belanda sendiri orang-orang keturunan dan pribumi ini semua disebut Indo, mereka mendapat perlakuan yang buruk di masa-masa awal hidup di Belanda karena dianggap sebagai bagian dari pelaku kekerasan revolusi indonesia, mereka mendapatkan diskriminasi dan kekerasan verbal dari masyarakat Belanda maklum saja kekerasan semasa revolusi indonesia yang mereka alami meninggalkan trauma yang pedih seperti ketika mereka mendapatakan kekerasan semasa Nazi Jerman. Jadi kata Indo ini sendiri sebenarnya bukan hanya menujukan identitas etnik namun  mengandung makna sejarah yang begitu sensitif terutama bagi mereka generasi penerus para penyintas kekerasan pada masa bersiap.

Masuk ke era millenium tahun 90'an akhir-2000'n perkembangan media penyiaran dan media cetak yang seiring dengan berkembangnya industri hiburan kata "Indo" populer di masyarakat untuk menunjuk orang-orang terutama public figure atau artis yang memiliki darah campuran dengan luar negeri terutama Eropa-Amerika (kulit putih non-Asia) yang bahkan bukan bagian/sisa masa kolonialisme atau orang-orang keturunan baru/imigran/diaspora, secara spesifik muncul istilah "Artis Indo" namun istilah itu tidak lagi populer masyarakat lebih sering menyebut mereka artis blasteran.

Dari tulisan ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa kata "Indo" itu sendiri mengalami perubahan makna lintas waktu dan mendapat pengaruh tidak hanya dari segi linguistik tapi juga dari aspek sosial . Tidak ada salahnya pula jika masyarakat kita akhirnya dalam percakapan dan penulisan sehari-hari menggunakan kata "Indo" untuk menyebutkan bangsa dan tanah air kita agar terdengar lebih sederhana dan gaul, sah-sah saja jika kedepannya kita hanya menjumpai kata Indonesia yang utuh di wilayah formal dan kenegaraan, karena tidak ada yang bisa melawan dan membendung arus perubahan yang bernama trend. 

Salah satu yang bisa dilakukan adalah memberikan kesadaran dan pemahaman kepada diri sendiri untuk lebih peka terhadap segala sesuatu yang muncul sebagai trend dan konsekuensi maupun keuntungan yang ditumbulkannya, dimulai dari dan kepada invidu kita saja tidak usah orang lain. Dengan demikian setidaknya ada yang mampu menempatkan diri berpijak pada kemampuan berpikir, kedalaman ilmu pengetahuan dan akhirnya memiliki pilihan sikap, sehingga kita tidak hanya sekedar hanyut terbawa arus lalu kita kehilangan identitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun