Belakang ini kita kerap kali menjumpai kata Indo yang kini sering diucapkan oleh masyarakat kita dan  berseliweran terutama di media sosial juga kolom komentarnya, Kata Indo ini tidak lain tidak bukan merujuk kepada Indonesia negara kita tapi kenapa netizen kita tidak langsung saja menulis Indonesia secara lengkap kenapa harus memakai diksi "indo" dan apakah penggunaan kata ini tepat?Â
Jika memang penulisan kata Indo yang merupakan singkatan dari "Indonesia" ini menunjukkan betapa malasnya masyarakat atau netizen kita untuk sekedar mengucap menulis nama bangsa dan negaranya secara utuh. Jika Indo ini digunakan untuk menunjuk subyek penduduk atau orang indonesia baik itu individu maupun majemuk dan keseluruhan. Tunggu dulu sebelum kita mengikuti trend penggunaan kata Indo ini, mari kita bahas penggunaan kata "Indo" yang bias belakangan ini secara mendalam.
 Agar pembaca lebih mudah memahami sebelum penjelasan panjang, penulis tidak akan memakai kata Indonesia sampai dengan kronologi yang sesuai dan kata India atau Hindia awalnya adalah sepadan atau sama kemudian membentuk identitas sendiri-sendiri.
Mari kita tarik panjang dan jauh dari garis sejarah, asal mula kata Indo itu sendiri berasal dari Yunani yaitu Indus/Inds () secara langsung berarti India, penjabarannya Indus sama dengan tanah Hindustan atau bangsa yang mendiami peradaban sungai Hindustan selanjutnya muncul kata Hindi/Hindia. Pada abad penjelajahan awal abad ke-15 orang-orang Eropa menganggap wilayah Asia hanya terdiri dari Persia,Arab,Tiongkok dan India.Â
Semenanjung dan kepulauan di timur jauh termasuk semenanjung melayu dan kepulauan nusantara juga disebut India karena masih terbatasnya ilmu pengetahuan,interaksi antar bangsa dan belum ditemukannya konsep identitas satu negara atau bangsa di negeri timur pada waktu itu.Â
Setelah orang-orang Eropa menapakkan kaki mereka di kepulauan nusantara mereka masih menyebut wilayah ini sebagai India atau Hindia, bahkan saat orang-orang Eropa mendarat di benua Amerika mereka mengira tanah itu adalah India dari situ muncul  istilah India Timur (semenanjung asia selatan-nusantara) dan India Barat (benua amerika).Â
Saking mahsyurnya peradaban dan kekayaan alam India waktu itu bahkan sampai di masa kolonialisme awal tahun 1600 berdiri East India Company (EIC) atau Perusahaan Hindia Timur dari Kerajaan Britania Raya yang mengusai sub-benua India dan asia selatan, tak ingin kalah Kerajaan Belanda juga mendirikan  Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) secara harfiah memiliki arti yang sama dengan EIC yaitu Persatuan Perusahaan Hindia Timur namun wilayah kekuasaan mereka bukan semenanjung India tapi kepulauan Nusantara yang  suku bangsa dan penduduk aslinya sangat berbeda dengan suku bangsa india di asia selatan. untuk membedakan 2 perusahaan ini orang Eropa menggunakan nama British East India dan Dutch East India (Hindia Belanda) yang sekaligus merujuk kepada wilayah koloni mereka, kelak VOC akan menjadi perusahaan paling berjaya di dunia dan memonopoli perdagangan di Nusantara yang saat itu sudah dinamai Hindia Belanda (Nederlandsch-Indi/Dutch East India) atau orang Belanda juga menyebut Oostindi (Hindia Timur). Pada tahun 1850 seorang advokat Inggris James Richardson Logan dan gurunya George Winson Earl dalam  "Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia" untuk pertama kali menuliskan kata "Indu-nesia" yang sekali lagi merujuk kepada India walaupun mereka tahu penduduk dan budaya di Hindia-Belanda sangat berbeda dengan India, setelah artikel ini terbit banyak lagi cendikiawan Eropa yang menggunakan kata Indunesia yang seiring waktu berubah menjadi Indonesia,setelah itu nama Indonesia muncul dalam berbagai aspek seperti di bidang politik muncul Indonesische Vereeniging yang sebelumnya bernama Indische Vereeniging ada juga ndonesische Persbureau (biro pers indonesia)
hingga Indonesia betul-batul dijadikan identitas sah tanah air, bangsa dan bahasa dalam  Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Setali itu dengan itu kata Hindia tidak lagi disematkan ke India, kata Hindia lebih condong ke Hindia-Belanda yang telah mendapat Identitas baru yaitu Indonesia sebelum nama Hindia-Belanda benar-benar hilang dengan adanya proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Kolonialisme bangsa Belanda dan Eropa di Indonesia juga melahirkan Etnik baru Indo-Europeanen, "Eropa-Hindia") yaitu orang-orang keturunan campuran dari penduduk asli nusantara dan Eropa terutama Belanda dari sini kata "Indo" muncul sebagai identitas atau penyebutan yang agak rasial dari orang-orang Eropa asli/murni kepada mereka yang tidak benar-benar Eropa walaupun orang-orang keturunan ada yang memiliki warna kulit dan rambut yang sama dengan orang Eropa pada umumnya, tapi karena mereka dilahirkan atau dihasilkan dari orang pribumi mereka tidak boleh mendapat tempat yang sepadan dengan Eropa tapi juga tidak boleh lebih rendah dari pribumi, sementara pribumi sendiri masih menganggap mereka bagian dari penjajah walaupun banyak di antara banyak yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Keberadaan orang-orang Indo ini menjadi satu polemik karena di suatu situasi tertentu mereka tidak mendapat tempat di masyarakat, karena tidak semua orang keturunan mendapat jabatan dan wewenang seperti orang Eropa lainnya bahkan ada yang dianggap lebih mendukung Indonesia/Pribumi daripada kepentingan Belanda/Eropa. Kemudian pada babak yang hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia yaitu Masa Bersiap,periode dalam revolusi peralihan dari kekuasaan Jepang ke Indonesia di masa ini  banyak orang-orang Eropa yang secara kejam mengalami kekerasan, perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh pribumi Indonesia.
 Semua orang dan hal-hal yang berbau Belanda dan Eropa dibantai dan dihancurkan, mengakibatkan banyak korban meninggal dari orang-orang Eropa yang bahkan saat itu mereka dibantai di camp-camp pengungsian, akhirnya orang Eropa terusir dan terpaksa meninggalkan Indonesia banyak dari mereka yang kembali ke Belanda atau menuju negara lain.Â
Diantara Mereka yang kembali ke Belanda terdapat pula orang-orang Indo maupun pribumi yang memilih pergi menggindari kekacauan atau mengikuti keluarga dan tuan-tuan mereka. Di Belanda sendiri orang-orang keturunan dan pribumi ini semua disebut Indo, mereka mendapat perlakuan yang buruk di masa-masa awal hidup di Belanda karena dianggap sebagai bagian dari pelaku kekerasan revolusi indonesia, mereka mendapatkan diskriminasi dan kekerasan verbal dari masyarakat Belanda maklum saja kekerasan semasa revolusi indonesia yang mereka alami meninggalkan trauma yang pedih seperti ketika mereka mendapatakan kekerasan semasa Nazi Jerman. Jadi kata Indo ini sendiri sebenarnya bukan hanya menujukan identitas etnik namun  mengandung makna sejarah yang begitu sensitif terutama bagi mereka generasi penerus para penyintas kekerasan pada masa bersiap.
Masuk ke era millenium tahun 90'an akhir-2000'n perkembangan media penyiaran dan media cetak yang seiring dengan berkembangnya industri hiburan kata "Indo" populer di masyarakat untuk menunjuk orang-orang terutama public figure atau artis yang memiliki darah campuran dengan luar negeri terutama Eropa-Amerika (kulit putih non-Asia) yang bahkan bukan bagian/sisa masa kolonialisme atau orang-orang keturunan baru/imigran/diaspora, secara spesifik muncul istilah "Artis Indo" namun istilah itu tidak lagi populer masyarakat lebih sering menyebut mereka artis blasteran.
Dari tulisan ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa kata "Indo" itu sendiri mengalami perubahan makna lintas waktu dan mendapat pengaruh tidak hanya dari segi linguistik tapi juga dari aspek sosial . Tidak ada salahnya pula jika masyarakat kita akhirnya dalam percakapan dan penulisan sehari-hari menggunakan kata "Indo" untuk menyebutkan bangsa dan tanah air kita agar terdengar lebih sederhana dan gaul, sah-sah saja jika kedepannya kita hanya menjumpai kata Indonesia yang utuh di wilayah formal dan kenegaraan, karena tidak ada yang bisa melawan dan membendung arus perubahan yang bernama trend.Â
Salah satu yang bisa dilakukan adalah memberikan kesadaran dan pemahaman kepada diri sendiri untuk lebih peka terhadap segala sesuatu yang muncul sebagai trend dan konsekuensi maupun keuntungan yang ditumbulkannya, dimulai dari dan kepada invidu kita saja tidak usah orang lain. Dengan demikian setidaknya ada yang mampu menempatkan diri berpijak pada kemampuan berpikir, kedalaman ilmu pengetahuan dan akhirnya memiliki pilihan sikap, sehingga kita tidak hanya sekedar hanyut terbawa arus lalu kita kehilangan identitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H