Mohon tunggu...
Beni Sutanto
Beni Sutanto Mohon Tunggu... Relawan - Tertarik pada sejarah,sastra,seni dan budaya. Belajar mengalami dan belajar menulis

Tidak banyak cerita tentang saya, kalau hidup hanya sekali sudah itu mati maka saya memilih hidup tidak hanya sebagai satu orang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ksatria Itu Bernama Didi Kempot (Sebuah Epic Story dan Penantian Monumen untuk Sang Maestro)

12 Mei 2020   14:19 Diperbarui: 12 Mei 2020   14:36 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang akhir hayatnya di tengah pandemi yang sedang melanda negeri ini, ia masih sempat menyelenggarakan konser amal hingga mampu mengumpulkan donasi diatas 7 milyar untuk penanggulangan dampak Covid-19, selain itu ia juga ikut melakukan perlawan terhadap virus corona bersama Pemerintah Kota Solo dengan menciptakan lagu berjudul “Ojo Mudik” yang berisi himbuan agar tidak mudik untuk mencegah penyebaran virus corona, siapa sangka lagu itu menjadi karya terakhir beliau. 

Kehilangan Didi Kempot adalah satu level dengan kehilangan Michael Jackson keduanya sama-sama pergi sebelum sempat menyaksikan keagungan perjalananan mereka yang  diabadikan dalam sebuah film Michael Jackson dengan This Is It, Didi Kempot dengan Sobat Ambyar.

Pemerintah Kota Solo dan bahkan Presiden Joko Widodo sudah selayaknya memberikan apresiasi untuk Almarhum sebagai saksi bahwa salah satu maestro terbesar Nusantara lahir dan mengukir jiwa raganya di Kota ini, maestro yang merangkai Kota Solo dengan nada dalam tembang yang harmonis. 

Banyak kalangan menginkinkan penghargaan tersebut berupa monumen di salah satu sudut di Stasiun Balapan maupun taman memorial, panggung kesenian (seperti Panggung Gesang untuk menghormati alm. Mbah Gesang) atau bahkan nama sebuah jalan, yang tentu letaknya tidak jauh dari kawasan Stasiun Balapan salah satu tempat ikonik yang melekat dengan sosok Didi Kempot. 

Saking melekatnya tempat dan lagu tersebut dengan nama Didi Kempot hingga setiap orang yang mendengar nama Kota Solo pasti terbayang Stasiun Balapan dan teringat tentang Didi Kempot, kendati banyak karya yang ia ciptakan maupun karya seniman lain yang ia bawakan  tidak melulu menceritakan tentang kisah atau perjalanannya di Kota Solo, namun trilogi  Solo - Stasiun Balapan - Didi Kempot adalah satu kesatuan .

Jangan sampai julukan Solo Kota Seni, Solo Kota Budaya hanya sekedar kata-kata tanpa mengenang salah satu putra terbaiknya, jangan sampai pula kita didahului negara lain dan melihat salah satu jalan di sudut kota Belanda berplat Didi Kempot Straat atau suatu taman di Suriname diberi nama Didi Kempot Park, sementara kita masih berkontroversi tentang sosok Didi Kempot. 

Tidak berlebihan dan tentu banyak orang yang setuju nama pahlawan disematkan kepada Didi Kempot,  Pahlawan Seni dan Budaya Satu untuk Selamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun