Mohon tunggu...
Beni Sutanto
Beni Sutanto Mohon Tunggu... Relawan - Tertarik pada sejarah,sastra,seni dan budaya. Belajar mengalami dan belajar menulis

Tidak banyak cerita tentang saya, kalau hidup hanya sekali sudah itu mati maka saya memilih hidup tidak hanya sebagai satu orang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Regenerasi Seniman Ketoprak Melalui Festival Ketoprak Surakarta 2019

8 Juli 2019   19:30 Diperbarui: 10 Juli 2019   09:41 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Kota Surakarta bersama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Paguyuban Ketoprak Surakarta (Paksura) menggelar Festival Ketoprak Surakarta atau FKS yang memasuki tahun ke-9 di Gedung Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Sabtu-Minggu (6-7/7).

Festival kali ini mengusung tema "Ndhudah Surakarta" yang mengisahkan sejarah panjang berdirinya kota Surakarta, ini terdapat lima sekuel dalam gelaran kali ini yang dibawakan oleh 5 kecamatan di Kota Solo. Pada hari pertama ada tiga sekuel yaitu Geger Pecinan yang dibawakan oleh Kecamatan Jebres, kemudian Bedhah Kartasura oleh Kecamatan Laweyan dan Boyong Kedhaton oleh Kecamatan Serengan. 

Pada hari kedua ada dua sekuel yaitu Perjanjian Giyanti yang disuguhkan oleh Kecamatan Pasar Kliwon, disambut Raden Mas Said/1786 sajian dari Kecamatan Banjarsari dan ditutup oleh tarian Eksebhisi dari salah satu komunitas seni di Solo.

Festival ketoprak ini selain bertujuan untuk menghidupkan kembali ketoprak di masyarakat, festival ini juga sekaligus meregenerasi seniman ketoprak yang ada di Solo, pada festival ini usia peserta dibatasi yaitu dibawah 40 tahun. 

Hal ini memang agak mengherankan mengingat sangat jarang anak muda jaman sekarang yang simpati terhadap eksistensi pertunjukan ketoprak yang selalu diidentikan dengan kesenian yang kuno atau kesenianya orang tua. dari sisi penonton apakah anak-anak muda ini mampu membawakan Lakon atau peran yang mereka mainkan. 

Namun pemuda-pemudi Kota Solo ini menjawab tantangan tersebut selama 2 hari kursi di Gedung Teater Besar ISI Solo penuh sesak baik lantai 1 mapun 2 bahkan penonton rela berdiri ataupun duduk ditangga. para pemain membawakan lakon dengan penuh penjiwaan walaupun tak jarang mereka lupa script/dialog, namun drama-drama yang disajikan tak hanya sekali membuat penonoton bersorai tepuk tangan, penonton juga dibuat tertawa terbahak-bahak ketika pemain beradegan guyon atau plesetan. 

Festival Ketoprak menjadi seperti siraman air pagi hari yang menyirami pohon gersang, optimisme akan munculnya bibit-bibit seniman ketoprak baru akan terus tumbuh dan berkembang sampai kesenian tradisonal ini kembali menjadi primadona di masyarakat.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun