Namun, keberadaan Malioboro Sidoarjo merupakan dilematis. Di satu sisi, keberadaan tempat ini sangat menguntungkan karena ratusan keluarga menggantungkan hidup, mengais rejeki di Malioboro Sidoarjo sehingga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat khususnya para pedagang yang berjualan di wilayah itu. Sayangnya, dibalik keunikan dan keragaman ini Gading Fajar 2 kerap menjadi arena balap liar. Ketika tengah malam atau menjelang pagi, tidak jarang polisi berpatroli untuk menangkap oknum-oknum tersebut. Keberadaan PKL juga sedikit mengganggu kenyamanan pengguna jalan dan warga yang tinggal di sekitar daerah tersebut karena jalan menjadi macet dan sampah yang berserakan.
Oleh karena itu, perlu adanya langkah win-win solution. Dibutuhkan adanya pengaturan, penataan dari pemerintah Kabupaten Sidoarjo agar keberadaan Maliboro Sidoarjo tetap ada tetapi tidak mengganggu kenyamanan para pengendara dan warga sekitar. Misalnya dengan pengaturan jam jualan, bisa juga dengan rekokasi pada suatu tempat yang permanen. Memberikan motivasi dan kesadaran pada para pedagang untuk menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu perlu adanya pengawasan dari pemerintah daerah, melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk memastikan penataan PKL itu berjalan dengan baik dan konsisten. Semoga dengan penataan di atas, keberadaan Maliboro Sidoarjo menjadi tertata lebih baik dan menjadi ikon wisata di Sidoarjo, seperti halnya Maliboro di Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H