Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Pemberdayaan Potensi Masyarakat Tunagrahita pada Kampung Idiot di Ponorogo

6 November 2018   22:22 Diperbarui: 6 November 2018   23:27 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PEMBERDAYAAN POTENSI MASYARAKAT TUNAGRAHITA PADA KAMPUNG IDIOT DI PONOROGO

Keberadaan kampung idiot ini bukanlah hal baru. Kampung Idiot ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu hingga sekarang pun Kampung Idiot masih ada. Gelar tersebut bukan sengaja dinobatkan atau dibiarkan begitu saja. Namun, mengilangkan gelar tersebut bukan sesuatu yang mudah. 

Sudah banyak program yang telah dicanangkan di desa-desa tersebut akan tetapi dikarenakan kebanyakan warga tersebut memiliki keterbelakangan mental sangatlah susah untuk mensukseskan program-program yang telah direncakan oleh pemerintah bahkan swasta pun ikut terlibat namun tetap saja sulit. 

Setiap desa-desa tersebut hampir ratusan yang memiliki keterbelakangan mental sehingga akan dengan mudah menemukan warga yang kecerdasaannya dibawah standar.

Asal-usul Gelar Kampung Idiot di Ponorogo

Kampung Idiot merupakan gelar nama dari Desa Karangpatihan dan Desa Sidoharjo di Kabupaten Ponorogo yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya karena desa tersebut ditempati oleh masyarakat yang memiliki tingkat keterbelakangan mental yang cukup tinggi. Jumlah keterbelakangan mental di Desa Karangpatihan dan Desa Sidoharjo menunjukkan jumlah yang cukup tinggi, yaitu 1-2% dari 5.000 jiwa, dengan range usia sekitar 30 hingga 50 tahun.  

Sebenarnya ada lima desa yang dicap sebagai Kampung Idiot di Ponorogo. Ada Desa Dayakan di Kecamatan Badegan, Desa Sidoharjo dan Krebet. Lalu, ada Desa Karangpatihan dan Desa Pandak di Kecamatan Balong.

Dari kelima desa-desa yang disebutkan tadi satu diantaranya merupakan desa dengan jumlah warga dengan keterbelakangan mental menempati posisi pertama ialah Desa Sidoharjo. Berdasarkan data pemerintah desa setempat, saat ini, terdapat 316 warga yang mengalami keterbelakangan mental itu. 

Keberadaan warga idiot di Desa Sidoharjo serta desa-desa lainnya bukan secara kebetulan. Adanya keterkaitan yang terjadi pada lima desa tersebut yang membuat warganya banyak memiliki keterbelakangan mental. Kondisi geografis dari kelima desa tersebut sama yakni berada dilereng Gunung Rejekwesi yang dimana memiliki tanah yang tandus. 

Dengan keadaan tanah yang seperti itu hanya memungkinkan menanam tanaman ketela pohon. Tanaman seperti padi dan jagung hanya bisa ditanam ketika musim penghujan. Dengan keadaan yang seperti itu yang membuat kebutuhan akan gizi yang sangat kurang bagi kelangsungan keturunan mereka yang dimana kebutuhan zat gizi dan sejenisnya sangat diperlukan bagi meningkatkan kecerdasan keturunan mereka nantinya.

Pemberdayaan Masyarakat Kampung Idiot

Tidak banyak orang yang mau mengurusi hal rumit seperti permasalahan kampung idiot ini. Namun, ada saja orang-orang baik di dunia ini. Salah satunya adalah bapak Eko Mulyadi yang berusia 31 tahun yang dengan hebat membantu memberdayakan warga-warga di kampung idiot ini. Dengan kerja kerasnya beliau mampu mengubah kondisi desanya yang dianggap dengan kampung idiot kini desanya menjadi desa yang penuh semangat dan keceriaan. 

Desa tempat beliau tinggal merupakan desa Karangpatihan, kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur itu pernah diberi gelar sebagai kampung idiot karena banyak warganya yang memiliki keterbelakangan mental. Pak Eko yang merupakan lulusan SMA berusaha keras mengajak para warganya yang berketerbelakangan mental menjadi mandiri.

Pak eko dengan inisiatifnya memberdayakan sekitar 98 penyandang tunagrahita yang ada didesanya menjadi lebih mandiri. Mandiri disini diartikan tidak menggantungkan dirinya kepada orang lain maupun lingkungannya. Dengan usaha yang keras dan keteguhan hatinya serta dukungan yang diberikan oleh warga sekitar, Pak Eko berhasil membuat penyandang gangguan intelektual membudidayakan ikan lele. 

Konsep budidaya ikan lele terkonsep melalui kolam dengan berukuran 1 x 2 meter yang dibangun pada setiap rumah warga tunagrahita. Dengan budidaya tersebut, para penyandang tunagrahita mempunyai tugas mengelola kolam yang berisi 1.000 ekor bibit ikan lele. Para penyandang tunagrahita itu akan memberi pakan, lalu membersihkan kolam hingga mengganti air pada kolam ikan. 

Dari setiap panen tiga bulan sekali, setiap kolam ikan lele tersebut akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 150.000 hingga Rp 250.000. penghasilan yang didapat dari kolam ikan lele tersebut para penyandang tunagrahita dapat membantu menghidupi diri sendiri dengan membeli berbagai macam kebutuhan pokok untuk pemenuhan kehidupan mereka.

Peningkatan dari inovasi-inovasi terus berkembang dengan sejalannya dengan waktu. Kampung idiot yang sekarang bukan hanya membudidaya ikan lele saja namun kini sudah ada Balai Latihan Kerja (BLK) dalam pengupayaan pemberdayaan masyarakat setempat. Dalam BLK para penyandang tunagrahita melatih dirinya untuk membuat sebuah kerajinan seperti keset, tasbih, dan lampion. 

Pada pelatihan pertama, alat dan baahn disediakan oleh pihak desa. Pembuatan keset, tasbih, dan lampion dalam pelatihannya para penyandang tunagrahita dilatih secara perlahan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan adanya kegiatan pelatihan dari BLK para penyandang tunagrahita tidak lagi menganggur dan hidup mandiri. 

Cakupan pemberdayaan ala Eko ini sudah sudah ada diversifikasi dengan hadirnya ternak potong ayam, usaha percetakan batu bata, peternakan kambing, serta produk-produk olahan yang berasal dari memanfaatkan hasil peternakan tersebut.

 Maka dari itu, pemberdayaan masyarakat penyandang tunagrahita di Kampung idiot Kabupaten Ponorogo yang telah terlaksanakan merupakan proses dari inovasi-inovasi pada bidang perekonomian dengan melakukan pemberdayaan seperti budidaya ikan lele, pelatihan pembuatan keset, tasbih, dan lampion, lalu dengan adanya peternakan ayam potong dan kambing dan sebagainya. 

Kegiatan-kegiatan mandiri tersebut dapat berkelanjutan jika didampingi dengan pemeliharaan serta pengawasan yang baik dari pihak pengurus desanya. Dengan adanya kegiatan seperti ini, para penyandang tunagrahita dapat diberdayakan dengan mereka bekerja walaupun dengan kekurangan yang mereka miliki, akan tetapi setidaknya warga penyandang tunagrahita tidak terlalu menyusahkan dan dapat hidup mandiri.

Daftar Pustaka

I Dwi, Novarisma. 2017. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG IDIOT (Studi di Desa Karangpatihan dan Desa Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo) [tesis]. Yogyakarta (ID). Universitas gadjah Mada

Irvanuddin, Mohamad. 2013. Asal-Usul Kampung Idiot di Ponorogo. (online). https://blog.ub.ac.id/irvanuddin/2013/02/16/asal-usul-kampung-idiot-di-ponorogo/. Diakses pada tanggal 7 November 2018 pukul 20.30 WIB

Hakim, M Agus Fauzul. 2013. Eko Mulyadi, Penggerak Perubahan "Kampung Idiot". (online). https://ekonomi.kompas.com/read/2013/09/16/2108257/Eko.Mulyadi.Penggerak.Perubahan.Kampung.Idiot. Diakses pada tanggal 6 November 2018 pukul 21.00 WIB

Dian Suluh Kusuma Dewi. 2016. Model Pemberdayaan Masyarakat Tunagrahita  di Kampung Idiot Kabupaten Ponorogo. Jurnal Ilmu Pemerintahan. Vol 6 (1): 21-27

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun