Tidak ada kata mudik bagi keluarga saya karena rumah mendiang mertua hanya 2 km dan rumah mendiang idang tua saya hanya 24 km. Kami sering bergurau dengan anak-anak, yang lain mudik kita mulek. hehehe
Sebenarnya kami mempunyai jadwal rutin sebelum pandemi ke tempat kelahiran mendiang Bapak mertua di Tuban yang berbatasan dengan Babat, Â rumahnya di pinggir aliran sungai Bengawan Solo.
Yang tinggal di sana tinggal adik Bapak mertua yang lain sudah tinggal di Malang
Dua kali lebaran kita belum bisa ke sana padahal sudah menantikan libur panjang dan bisa rame-rame datang. Tapi apa daya ada larangan warga +62 untuk bersilaturahmi secara langsung, ( sssttt ... tapi mengapa ada yang masuk negeri ini, apa karena mereka bukan mudik?) pandemi masih menakutkan.
Oke deh saya kirim surat terbuka buat Bu Lik di sana:
Assalmualaika Bu Lik
Bagaimana kabar di sana, kami minta maaf bila belum diberi kesempatan untuk berkunjung ke rumah Bu Lik. Sebenarnya kami sangat ingin datang dan menikmati suasana di sana seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi sepertinya rencana itu tertunda lagi. Bu Lik pasti memahami.
Alhamdulillah ya musim hujan kemarin air sungai bengawan Solo tidak meluap di desa Bu Lik, Â saya selalu bertanya kabar Bu Lik dari sepupuh yang ada di sebelah rumah Bu Lik.
Bu Lik, nanti saat lebaran saya mau Video Call sama Bu Lik, numpang dari HP sepupuh itu ya.
Kami di sini sudah rindu masakan Bu Lik, Â menikmati suasana warung Bu Lik yang ramai pembeli saat pagi untuk sarapan mereka.
Nasi pecel, Â nasi campur, bali daging, tahu, dan telur, Â serta rempeyeknya bagaikan menari-nari di pelupuk mata. Es Cendol Buk Tun serta gorengannya juga menggoda.
Apalagi sekarang sepupuh sudah pandai membuat donat dan burger yang dijual secara online, kami cuma ngiler melihat di story WA-nya.
Anak-anak paling kangen dengan naik perahu bersama Pak Lik, Â berputar-putar menyusuri sungai sambil menunggu matahari terbit.
Suasana di sana memang membuat kami selalu kangen. Melihat orang-orang yang lalu lalang pulang dan pergi ke pasar Babat naik perahu. Waktu di sana begitu lama apa lagi ketika malam hari, mungkin karena sepi, Â berbeda bila di kota yang terasa cepat.
Anak--anak juga kangen naik sepeda ontel Pak Lik untuk keliling kampung, masih ada kan?
Mungkin kami akan datang seusai lebaran nanti, entah satu atau dua bulan ke depan, setelah semua sudah baik-baik saja dan aman. Walau sudah tidak ada Bapak, in shaa Allah tali silaturahmi tetap kami jaga.
Bu Lik dan Pak Lik juga harus menjaga kesehatannya ya, semoga selalu dalam keadaan bahagia, Â agar kita bisa bersua meskipun tidak di hari raya Idul Fitri nanti.
Doakan kami di sini juga baik-baik saja ya. Andai nasi bungkus khas Bu Lik bisa dikirim  saat lebaran nanti hehehe. Bu Lik ini ada foto kita saat lebaran dua tahun lalu sebelum pelarangan karena pandemi. Saya taknampak soalnya yang ambil gambar hehehe.Â
Oh ya Bu Lik, Â Idul Fitri sudah di depan mata, kami sekeluarga menghaturkan mohon maaf lahir dan batin, semoga puasa dan amal kita diterima Allah.
Tukang kayu bersorban putih
Membawa utri dan biji selasih
Bu Lik Pak Lik jangan bersedih
Sambut Idul Fitri dengan hati yang bersih
Bila langit tidak berbintang
Gelap gulita di sekitarnya
Bila kami tak bisa datang
Surat ini sebagai gantinya
Lepet kupat jamur kelopo, sedoyo lepat kulo nyuwun pangapuro.
Taqoballalhuminna waminka
Siyammana wa siyaminka
Taqobal ya kariim
Sekian dulu ya Bu Lik, salam buat Pak Lik dan saudara di sana., ingat jaga kesehatan ya.
Wassalamualaikum warahmah wabarakah.
Dari kami sekeluarga :)
Ramadan Mubarok, Â 09 Mei 2021
Swarna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H