Mohon tunggu...
Swarna
Swarna Mohon Tunggu... Lainnya - mengetik 😊

🌾Mantra Terindah🌿

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Epiphany

26 September 2020   15:58 Diperbarui: 26 September 2020   17:07 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: flickr.com/photos/koeb

Daun yang jatuh tak pernah menyalahkan angin (tere liye)

"Ayo kita harus menghadap kepala asrama, aku ingin bertemu menanyakan perihal anak kita, bagaimana ceritanya."

"Gak usah banyak bicara,  datang untuk pamit saja, biar tidak panjang kali lebar."

Pak Juned seolah ingin menjadi super hero di depan istrinya. Bu Juned hanya geleng kepala. Sudah cerita masalah yang dihadapi anaknya tidak digubris sama sekali, eh kok tiba-tiba ingin mengklarifikasi. 

Bu Juned sudah siap-siap pasang masker bila nanti menghadapi kepala asrama,  karena Pak Juned yang punya kemauan. Ingin tahu apa kira-kira yang akan disampaikan suaminya yang ganteng bak Rano Karno itu. Apakah nanti ucapannya juga seganteng raut wajahnya. 

"Oh ya,  Pak apa sebaiknya kita memberi kabar dulu kalau mau bertemu,  takutnya tidak terima tamu karena takut Korona."

"Okeh."

"Sudah, Bu. Kita bisa ketemu."

Pak Juned dan Bu Juned pun melewati pintu gerbang yang terbuka lebar,  lalu menyusuri jalan bersemen ke ruang kepala Asrama. 

"Assalamualaikum, permisi,  spada,  apakah bu kepala ada?"

Seorang abdi asrama mempersilagkan mereka untuk duduk di beranda, lalu masuk ruangan memanggil ibu Kepala. 

Tak lama beliau keluar dengan wajah yang tak jauh beda dengan kemarin yang sudah viral. Bu Juned mengingat-ngingat seperti siapa. 

"Pak,  Bu Tejo tuh."

"Bu Tejo siapa?"

"Lihat saja nanti."

Setelah meletakkan pantat di kursi Bu Tejo eh bu kepala asrama membuka percakapan. 

"Ya,  ada perlu apa?"

"Begini Bu,  kedatangan kami untuk memberitahu bahwa anak kami sudah pamit,  tidak di sini lagi. Karena.... "

"Ada apa to?  Kenapa? Emang sudah lulus?"

"Begini bu..."

"Hla sampean itu bagaimana,  kalau sudah niat mengasramakan anaknya ya harus komitmen."

"Masalahnya, ..."

"Hla iya, kalau saya,  mengasramakan anak saya itu ya kudu kuat lahir batin. Mau anak saya kena DB, apa mimisan itu saya pasrah walau mati pun di asrama."

Bu Juned mulai gemas,  melihat Pak Juned yang tadi bak Hulk di depannya eh di depan bu kepala asrama nunduk saja."

Wah gak bener ini,  kalau soal prinsip boleh beda kan?  Tapi urusannya bukan itu,  masalahnya anak ini sakit dan sudah gak kerasan lagi, karena sebelumnya tidak ada solusi yang melegahkan hati, maka Bu Juned dan Pak Juned mengambil keputusan membawa pulang anaknya agar sembuh lahir batin, mempelajari masalah yang dihadapi anaknya sambil mencari solusi.  

Waduh duplikat bu Tejo sudah membuat Pak Juned mati kutu. Bu Juned pun geram. Eh apa orang yang merasa berkuasa begitu ya?  Entahlah dari pada tambah bikin pikiran, dan hanya mendengarkan kalimat bu asrama yang memojokkan mereka selaku orang tua. Akhirnya Bu Juned bersuara. 

"Mohon maaf bila tindakan kami kurang berkenan dari segi pandang Bu Kepala,  tapi kami membawa pulang agar tidak berlarut-larut,  agar tidak terjadi apa-apa yang tidak diharapkan. Anak kami sedang sakit dan harus disembuhkan. Tapi sekiranya dia tidak ingin kembali ke sini,  tentu sebagai orang tua tetap berusaha mencarikan tempat yang terbaik untuk belajar."

Bu kepala mulai lagi berkata-kata panjang kali lebar dimana kalimat yang diucapkan adalah kalimat Bu Juned namun dengan versi lain. Ah begitulah manusia. Padahal Bu Juned tidak bermaksud untuk menghakimi keadaan. Eh bu kepala malah kemana-mana pembicaraannya. 

Bu Juned melirik Pak Juned yang tetap menunduk. Makin membuat Bu Juned gemes serasa ingin menjebol atap ruangan. 

Dijawilnya lutut suaminya, "Pak."

"Eh iya ada apa?"

"Sampean di suruh nyapu lapangan."

"Loh kenapa?"

"Biar gak tidur ketika mau jadi super hero."

Bu Juned segera menutup pertemuan siang itu, ingin segera berlalu.

"Baik Bu Tejo,  eh Bu kepala, rasanya sudah cukup kedatangan kami untuk berpamitan, mohon maaf bila ada kata yang kurang berkenan."

"Iya,  sama-sama."

Bu Juned beranjak dari duduk dan keluar ruangan,  diikuti Pak Juned yang masih kebingungan. 

"Bu,  sudah selesai to?"

"Hla sampean itu maunya bagaimana suamiku yang ganteng bak sultan?"

 "Maksudku tadi ..."

"Tadi sampean ngorok,  katanya mau menghadap eh njeketek. Kalau nunduk saja aku juga bisa Pak e. Dari dulu embelgedes gak sembuh juga."

"Sabar to Bu."

"Hlo, sudah sabar aku,  wong aku yang njawab semua tadi."

Pak Juned menggaruk kepalanya yang tidak gatal,  saking gemesnya Bu Juned tidak bersuara selama perjalanan pulang. 

Bu Juned hanya berbisik dalam hati, bila ingin mengajarkan mental yang kuat pada anaknya,  maka dia sendiri harus kuat menghadapi dan menjelajahi perjalanan kehidupan dengan beragam mahlukNya. 

Beranda menjelang sore,  25092020

swarnahati

_____________

Epiphany=pencerahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun