"Hla iya, kalau saya, Â mengasramakan anak saya itu ya kudu kuat lahir batin. Mau anak saya kena DB, apa mimisan itu saya pasrah walau mati pun di asrama."
Bu Juned mulai gemas, Â melihat Pak Juned yang tadi bak Hulk di depannya eh di depan bu kepala asrama nunduk saja."
Wah gak bener ini, Â kalau soal prinsip boleh beda kan? Â Tapi urusannya bukan itu, Â masalahnya anak ini sakit dan sudah gak kerasan lagi, karena sebelumnya tidak ada solusi yang melegahkan hati, maka Bu Juned dan Pak Juned mengambil keputusan membawa pulang anaknya agar sembuh lahir batin, mempelajari masalah yang dihadapi anaknya sambil mencari solusi. Â
Waduh duplikat bu Tejo sudah membuat Pak Juned mati kutu. Bu Juned pun geram. Eh apa orang yang merasa berkuasa begitu ya? Â Entahlah dari pada tambah bikin pikiran, dan hanya mendengarkan kalimat bu asrama yang memojokkan mereka selaku orang tua. Akhirnya Bu Juned bersuara.Â
"Mohon maaf bila tindakan kami kurang berkenan dari segi pandang Bu Kepala, Â tapi kami membawa pulang agar tidak berlarut-larut, Â agar tidak terjadi apa-apa yang tidak diharapkan. Anak kami sedang sakit dan harus disembuhkan. Tapi sekiranya dia tidak ingin kembali ke sini, Â tentu sebagai orang tua tetap berusaha mencarikan tempat yang terbaik untuk belajar."
Bu kepala mulai lagi berkata-kata panjang kali lebar dimana kalimat yang diucapkan adalah kalimat Bu Juned namun dengan versi lain. Ah begitulah manusia. Padahal Bu Juned tidak bermaksud untuk menghakimi keadaan. Eh bu kepala malah kemana-mana pembicaraannya.Â
Bu Juned melirik Pak Juned yang tetap menunduk. Makin membuat Bu Juned gemes serasa ingin menjebol atap ruangan.Â
Dijawilnya lutut suaminya, "Pak."
"Eh iya ada apa?"
"Sampean di suruh nyapu lapangan."
"Loh kenapa?"