Cerpen | Panik

Saat melewati sungai segera Pak Karta menghentikan laju sepeda dan memarkir di bawah pohon turi.  Mengambil alat pancing yang dibawa dari rumah dan memasang umpan dusuk tenang di tepi kali.
Ah nikmat mana lagi yang kau dustakan.

Berulang kali ikan menyangkut di kailnya. Pak Karta memang orang yang selalu beruntung,  seolah apa yang diinginkan tinggal sim salabim. Senyum gembira menghias, terlihat di matanya,  tak nampak di mulutnya karena tertutup masker. Merasa puas, hari ini ingin segera pulang dan menggoreng ikan hasil pancingan.

Sedari tadi tak ada yang lewat hanya kodok dan belalang saja yang tampak riang. Segera membereskan ikan dan alat pancing lalu bersiap mengayuh sepeda. Namun tiba-tiba dia merasa sesak, napas ngos ngosan,  keringat bercucuran. Dia panik,  pikiran was-was pun menghantui.

Sepeda ia pacu dengan sekuat tenaga agar segera sampai di rumah. Bila terjadi apa-apa tinggal belok ke puskesmas dekat rumah. Dia berdoa agar sampai di rumah dengan selamat,  tak ingin menjadi berita viral.

Segera melepas baju yang basah oleh keringat begitu tiba di rumah.

"Pak, kehujanan?  Di mana hujan?

Anak Pak Karta heran melihat baju bapaknya yang sangat basah. Pak Karta hanya diam tak kuat menjawab,  dadanya berdetak cepat, semakin khawatir.  Segera membuat larutan air gula hangat, dan meminumnya sekali teguk.

"Bapak kenapa? Cuci kaki dan tangan dulu Pak."

"Tidak tahu,  tiba-tiba sesak napas,  dan keluar keringat. Apa bapak terinfeksi ya?"

Anak Pak Karta tertawa terbahak-bahak,  membuat Pak Karta bersungut-sungut.
"Kamu senang ya kalau bapak jadi berita viral nanti?"

"Terinfeksi apa, Pak? Corona?"