Mohon tunggu...
Swarna
Swarna Mohon Tunggu... Lainnya - mengetik 😊

🌾Mantra Terindah🌿

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bullying Berujung Amputasi Dianggap Hanya Gurauan?

6 Februari 2020   17:50 Diperbarui: 7 Februari 2020   07:47 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa kisah pembulian di sebuah SMPN di kota Malang tidak seviral Audrey?  Apa yang terjadi dengan moralitas anak jaman sekarang? Perlukah diadakan penataran karakter saat pengenalan lingkungan sekolah baru sebagai pencegahan tindak kekerasan pada sesama teman,  pada murid atau pada guru? 

Selama ini penanganan kasus pembulian pada teman tidak pernah tuntas selalu berujung damai. Lantas apa yang dirasakan korban sedamai hati pelaku? 

Coba direnungkan bersama,  saat masa depan diambil oleh kelakuan anak-anak yang tidak bertanggung jawab itu,  tidak ada toko yang menjual jemari seperti ciptaan Tuhan,  lantas gurauan yang mencelakaan itu dianggap hal biasa?  mengapa? Karena korbannya bukan anak dari pembuat statement tersebut. 

Bila tidak diseret ke ranah hukum tidak akan ada kata jera sebagai contoh bagi mereka di luar sana. Saya bukan orang tua korban,  tapi mendengar kabar bahwa urusan selesai dengan kata damai itu rasanya,  tidak adil sekali hukum ini. Uang biaya pengobatan bisa dicari tapi jemari tak bisa dibeli. 

Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Sekolah?  Orang Tua? Apa pelaku?

Boleh lah dikatakan itu takdir,  tapi setidaknya ada penyelesaian masalah yang adil,  mungkin akan ada yang berkata,  'hla wong orang tuanya sudah terima kog sampean yang protes.' 

Dari kelonggaran penyelesaian masalah yang tidak adil menurut saya akan menyusul menyepelehkan kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak bila terjadi lagi. 

Berapa banyak kasus akibat gurauan yang merugikan?  Lemah di bawah tumpul di atas. Orang tua pelaku harusnya juga persikap kooperatif ketika mengetahui kejahatan yang dilakukan anaknya, bukan mencari pembelaan dan perlindungan. 

Saking banyaknya kejadian kekerasan pada sesama anak,  sepertinya harus ada pasal-pasal yang mengatur untuk membentengi korban. Sehingga nanti akan ada batasan 'gurauan' agar tidak ada lagi kasus seperti ini atau bahkan kasus anak-anak lainnya yang terlewatkan.  

Coba baca beritanya bagaimana para pelaku tujuh anak itu memperlakukan korban yang disamakan dengan karung. Apakah pelaku kerasukan bisa-bisanya berbuat seperti itu, dimana kewarasannya untuk bermain yang lebih gentle dan kreatif. (bila ada orang tua pelaku yang membaca ini dan tidak terima,  sebelum protes harap direnungkan terlebih dahulu). 

Apakah lemah pendidikan karakter di negeri ini? Tipis sekali rasa peduli dan tanggung jawab dalam diri. Bagaimana kelak korban ketika akan bekerja dengan cacat yang disandang akibat ulah orang lain? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun