Sobat, berita yang mengandung kesedihan datang lagi dari Bengkulu, tepatnya di Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT), Kabupaten Rejang Lebong, kecamatan di mana tahun lalu sempat heboh disebabkan tragedi menyedihkan atas saudari kita Yuyun (14) yang tewas dibunuh setelah diperkosa oleh remaja yang terpengaruh minuman keras.Kali ini berita menyedihkan mengenai meninggalnya seorang anak laki-laki bernama Ramza Otama yang masih berusia 2 bulan. Bayi laki-laki dari pasangan Andi-Jumiati ini meninggal usai divaksin BCG di Puskesmas Padang Ulak Tanding.
Menurut sang ibu, Jumiati (24), sebelum meninggal suhu tubuh Ramza naik tinggi, lalu muncul bercak merah kebiruan di sekujur tubuhnya, darah mengalir di hidung dan dari mulutnya keluar buih. Ramza meninggal pada hari Jumat (16/12/2016) setelah pada hari Rabu (14/12/2016) bayi Ramza disuntik vaksin BCG.
Jumiati mengaku sebelum disuntik Ramza sehat-sehat saja, tetapi setelah disuntik malah demam dan muntah-muntah serta keluar darah dari hidung, kemudian meninggal dua hari setelahnya. Belum jelas apa penyebab Ramza meninggal, tapi karena kejadian aneh tersebut, Jumiati kemudian melaporkan ke Polres Rejang Lebong.
Didapati juga ternyata selain Ramza, ada 4 bayi lain yang disuntik vaksin BCG Â juga mengalami muntah-muntah, sampai di rawat di rumah sakit. Kejadian ini tentu menarik perhatian, karena menyangkut kekhawatiran sebagian kalangan tentang beredarnya vaksin palsu yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu.
Saya agak kepo setelah beberapa kali membaca berita ini di koran harian Rakyat Bengkulu. Awalnya saya tidak begitu paham apa itu vaksin BCG, apakah memang punya potensi membahayakan bayi sampai bisa meninggal? Atau memang jenis vaksin ini mudah untuk dipalsukan?
Bacille Calmette-Guérin (BCG) adalah vaksin untuk tuberkulosis yang dibuat dari baksil tuberkulosis (Mycobacterium bovis) yang dilemahkan dengan dikulturkan di medium buatan selama bertahun-tahun. Vaksin BCG 80% efektif dapat mencegah selama 15 tahun, tetapi efeknya bervariasi tergantung kepada kondisi geografis (sumber: Wikipedia).
Lebih lanjut saya baca ternyata vaksin BCG yang dikhususkan untuk menangkal penyakit TBC ini merupakan hasil penelitian dokter Albert Calmette dan seorang peneliti bernama Camille Guerin. Vaksin ini dulu pernah ditolak juga karena malah menyebabkan penyakit di Jerman. Bahkan di AS sendiri meski sudah mendapat lisensi untuk diproduksi dan dijual, ternyata banyak masyarakat AS yang masih menolak sehingga vaksin ini tidak digunakan secara rutin.
Nah, berkenaan dengan apakah vaksin ini mudah dipalsukan, menurut beberapa berita yang beredar semua jenis vaksin bisa saja dipalsukan dan tidak begitu mudah untuk mendeteksi apakah itu vaksin palsu atau vaksin asli. Penelitaiannya harus melalui laboratorium medis untuk memastikannya.
Tentu kejaidan ini menjadi kekhawatiran banyak pihak, apalagi juga sempat santer beredar berita tentang vaksin palsu termasuk di dalamnya vaksin BCG yang diduga telah beredar ke mana-mana, warga Bengkulu pun sempat diberitakan cukup resah tentang isu beredarnya vaksin palsu ini, tentu ini semakin membuat kita resah.
Dikhawatirkan vaksin BCG yang digunakan oleh pihak Puskesmas Kecamatan Padang Ulak Tanding termasuk vaksin palsu yang beredar tersebut. Namun kita berharap semoga tidak demikian. Saat ini kita menunggu hasil otopsi dari tim medis Polda Bengkulu dan Sumsel atas jenazah Ramza. Hasil otopsi ini diharapkan akan menunjukkan apa penyebab kematian Ramza.
Menurut Polres Rejang Lebong, dugaan sementara atas kasus ini adalah mal praktik, karena menurut penelusuran Polres ditemui fakta bahwa yang melakukan penyuntikan vaksin ini bukan ahli medis yang berkompeten, yang melakukan penyuntikan ini hanya seorang tenaga honorer tamatan SMA (Radar Bengkulu, Jumat 30 Desember 2016).
Namun hal itu masih perlu ditelusuri lebih lanjut, sebab pihak Dinas Kesehatan Rejang Lebong, H. Asli Samin, S.Kep menjelaskan proses pemberian vaksin tersebut sudah sesuai prosedur dan dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang berstatus PNS.
Semoga perbedaan informasi antara Polres dan Dinas Kesehatan Rejang Lebong ini bukan bermaksud saling menyalahkan, menyudutkan atau pembelaan diri. Sebab jika benar telah beredar vaksin palsu atau terjadi mal praktik tentu kita tidak berharap ada pihak yang bakal berurusan dengan hukum.
Menurut saya sebelum pihak kepolisian mencari dan menetapkan tersangka atas kejadian ini, sebaiknya saling menahan diri dan menunggu hasil otopsi. Bisa jadi memang telah terjadi kelalaian, namun kejadian ini merupakan musibah bersama yang perlu segera diantisipasi bagi daerah lain, agar menjadi warning.
Jika memang benar telah terjadi kelalaian, maka saya berharap tidak perlu ada yang membela diri, ini merupakan kelalaian bersama, dan jika memang harus ada yang berhadapan dengan hukum, maka sebaiknya diterima dan dihadapi sebagai sebuah sanksi atas kelalaian tersebut.
Belajar berjiwa besar, menerima kesalahan dan bertanggungjawab merupakan hal penting disaat banyak masalah yang sedang kita hadapi bersama-sama saat ini.
Kasus meninggalnya Ramza di Desa Bulmai II Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong ini terjadi ditengah berbagai permasalahan lain yang sedang dihadapai Kabupaten ini. Kekerasan dan tindak kejahatan lain masih saja terjadi di Kabupaten Rejang Lebong dan di Bengkulu.
Dulu pernah muncul tagar #CukupDiYuyun yang dicuitkan oleh seorang Senator Jakarta, Fahira Fahmi Idris, saat mengungkapkan kesedihan dan keprihatinan atas tragedi Yuyun, namun tagar ini nampaknya masih akan terus muncul dengan nama korban yang lain, karena masih saja ada korban kekerasan dan perkosaan di Bengkulu.
Selain itu jerat kemiskinan juga masih belum mampu dientaskan di Bengkulu. Menurut rilis BPS belum lama ini, tingkat kemiskinan di Bengkulu masih di atas 17% dari total jumlah penduduk Provinsi Bengkulu. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Bengkulu ada lebih dari 328.600 orang yang tesebar di desa dan kota.
Semoga Bengkulu segera bangkit dan mawas terhadap berbagai ancaman yang mampu memusnahkan generasi mudanya. Jika di usia remajanya sudah tidak sedikit yang terpengaruh oleh miras jenis tuak, ngelem, pornografi, bahkan narkoba, maka kita tidak berharap generasi yang masih bayi pun harus meninggal akibat vaksin palsu atau kelalaian pihak kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H