Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Orang Kuat di Belakang Andi Narogong?

10 Maret 2017   17:28 Diperbarui: 10 Maret 2017   17:41 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Andi Agustinus alias Andi Narogong mendominasi dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut KPK. Andi Narogong disebut sebagai pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri di pusaran mega proyek e-KTP. Ada indikasi penyimpangan pada tiap tahapan proyek yang ditemukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Andi Narogong memiliki peran penting pada tiga tahapan yang ada.

Penyimpangan pertama, pada tahap pembahasan anggaran sebelum anggaran formal dikucurkan, penyidik menemukan ada indikasi pertemuan-pertemuan tak resmi sejumlah pihak untuk membicarakan proyek e-KTP. Guna mendapatkan persetujuan anggaran proyek e-KTP dari Komisi II DPR, Irman selaku Dirjen Dukcapil, atas restu Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini, berjanji kepada Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR saat itu, akan memberikan sejumlah uang melalui Andi Narogong, pengusaha yang sudah terbiasa menjadi rekanan di Kemendagri.

Beberapa waktu berselang, di ruang kerjanya, Irman mengajak Sugiharto dan Andi Narogong mengadakan pertemuan rahasia. Dalam pertemuan itu, Irman mengarahkan Andi untuk berkoordinasi langsung dengan Sugiharto. Hasilnya, Andi berencana akan menemui Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu, Setya Novanto, untuk mendapat kepastian dukungan Golkar terhadap mega proyek e-KTP. Mengingat representasi kekuatan di Komisi II dan Banggar DPR saat itu ada pada Anas Urbaningrum dan Nazaruddin,  Andi Narogong bagai bekerja untuk kepentingan Demokrat guna meraih dukungan dari Partai Golkar. Ditambah keterlibatan beberapa orang penting di Fraksi PDIP, maka ada tiga Fraksi besar yang terseret, sejak awal kasus ini berproses di DPR RI, berkat lobi-lobi yang dilakukan oleh Andi Narogong.

Temuan penyimpangan pada tahap ini, menunjukkan adanya itikad tidak baik dari pihak Kemendagri, bersekongkol dengan pihak swasta dan legislatif untuk melakukan penyimpangan. Sangat wajar bila KPK membidik terlebih dahulu dua nama pada dua level jabatan di Kemendagri yakni, Irman sebagai mantan Dirjen Dukcapil dan pejabat selevel di bawahnya, Sugiarto sebagai Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil. Belum dapat dipastikan kenapa KPK belum juga menetapkan status tersangka kepada Diah Anggraini selaku Sekjen Kemendagri. Padahal seharusnya satu paket dengan Irman dan Sugiarto.

Hal yang menarik adalah seorang Dirjen terlibat langsung dan terkesan diatur oleh pengusaha Andi Narogong yang biasa menjadi rekanannya. Belum terungkap sepenuhnya, apakah antara Irman dan Andi Narogong ada hubungan khusus yang terjalin sejak lama ataukah ada orang kuat di belakang Andi Narogong sehingga pejabat selevel Sekjen, Dirjen, dan Direktur di Kemendagri mempercayainya begitu saja untuk urusan yang begitu besar dan melibatkan uang negara yang bernilai triliunan rupiah.

Setelah itu, Andi Narogong bergerilya, mulai membagi-bagikan uang agar proyek e-KTP lolos. Jaksa KPK pertama menyebut sekitar bulan September-Oktober 2010, Andi Narogong memulai aksinya. “Di ruang kerja Mustokoweni di Gedung DPR, Andi Narogong memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR dengan maksud agar Komisi II dan Badan Anggaran DPR menyetujui anggaran untuk proyek pengadaan dan penerapan KTP berbasis NIK secara nasional,” kata jaksa KPK.

Penyimpangan kedua, pada tahap pembahasan anggaran yang melibatkan sejumlah anggota Komisi II dan Banggar DPR RI. Setelah anggran proyek e-KTP disetujui Komisi II DPR, Andi Narogong kembali membagikan uang, pada Desember 2010, di rumah dinas Sekjen Kemendagri. “Andi Narogong memberikan uang kepada Diah Anggraini sejumlah USD 1 juta sebagai kompensasi karena Diah Anggraini telah membantu pembahasan anggaran pengadaan dan penerapan KTP berbasis NIK sehingga anggaran tersebut mendapatkan persetujuan DPR,” kata jaksa KPK. Kalau bukti-bukti untuk hal ini sangat kuat dan dapat dipertanggungjawabkan, kenapa tidak bisa menjadi alat bukti bagi KPK untuk menetapkan keduanya jadi tersangka?

Lalu jaksa KPK mengatakan pada 24 Desember 2010, Gamawan Fauzi meminta izin Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo agar proyek e-KTP dilakukan dengan skema kontrak multiyears. Namun Agus menolaknya. “Permohonan tersebut merupakan permohonan yang kedua setelah permohonan yang pertama pada tanggal 26 Oktober 2010 ditolak oleh Agus Martowardojo pada tanggal 13 Desember 2010,” ucap jaksa KPK. “Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi penolakan yang serupa, Andi Narogong kembali memberikan uang sejumlah USD 1 juta kepada Diah Anggraini guna memperlancar pembahasan izin pelaksanaan kontrak secara multiyears,” ucap jaksa KPK. Setelah ada uang pelicin dari Andi Narogong, Dirjen Anggaran Herry Purnomo memberi izin Kemendagri untuk mengggunakan skema kontrak multiyears di proyek e-KTP pada 17 Februari 2011.

Penyimpangan ketiga, pada tahapan pengadaan. Pada tahapan ini penyidik menemukan penyimpangan mulai dari penentuan harga, sampai pada indikasi kerugian negara Rp 2,3 triliun. Dalam surat dakwaannya terhadap Irman (terdakwa 1) dan Sugiarto (terdakwa 2), jaksa penuntut menyinggung keterlibatan kelompok Fatmawati dalam proses pengadaan. Tim Fatmawati terlibat dalam menyusun skenario kesepakatan sejumlah hal terkait proses lelang dan pelaksanaan pengadaan e-KTP.

Jaksa menyebut proses pelelangan diarahkan memenangkan konsorsium PNRI dengan membentuk peserta pendamping, konsorsium Astragrapha dan konsorsium Murakabi Sejahtera. “Para terdakwa melakukan pertemuan di Hotel Sultan Jakarta dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong, Johanes Richard Tanjaya dan Husni Fahmi. Dalam pertemuan itu terdakwa I (Irman) memperkenalkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai orang yang akan mengurus penganggaran dan pelaksanaan proyek e-KTP. Terdakwa I (Irman) juga menyampaikan Andi Narogong meminta mengikuti proses pengadaan e-KTP,” papar jaksa penuntut, Kamis (9/3/2017).

Setelah konsorsium terbentuk untuk mengikuti lelang pengadaan e-KTP, terdakwa Irman dan Sugiharto menemui Diah Anggraini yang menjabat Sekjen Kemendagri pada Februari 2011 di kantor Sekjen Kemendagri. “Dalam pertemuan itu Diah Anggraini meminta para terdakwa mengamankan konsorsium PNRI, konsorsium Murakabi Sejahtera, konsorsium Astragraphia karena ketiga konsorsium tersebut dibawa atau berafiliasi dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong,” kata jaksa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun