Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengomentari Pidato Politik SBY Soal Keadilan Sosial-Ekonomi

10 Februari 2017   08:01 Diperbarui: 10 Februari 2017   08:50 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tiga poin besar yang disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat, Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),  dalam pidato politiknya di JCC Senayan, Jakarta, Selasa malam (7/2). Tiga poin besar itu adalah soal keadilan, kebhinekaan, dan kebebasan.  "Ketiga isu ini amat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ketiga isu ini sekarang juga sedang menjadi perhatian publik yang luas,"ujar SBY mengawali pidatonya.

Isu sentral tentang keadilan sosial-ekonomi dalam pembangunan umumnya adalah soal kesenjangan, pemerataan hasil pembangunan, dan korupsi.  “Adalah tidak bermoral, kalau di tengah gedung-gedung megah dan gemerlapannya kemewahan, jutaan rakyat tidurnya tidak nyenyak lantaran tidak cukup makan. Artinya, kesenjangan yang makin menjadi-jadi tidak bisa diterima di negara Pancasila, yang menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya,”ujarnya.

Pertanyaannya, kenapa bisa terjadi kesenjangan sosial yang melebar? Kesenjangan sosial yang terus melebar dapat disebabkan oleh tiga faktor yakni, program pembangunan yang tidak tepat sasaran, mentalitas dan kualitas sumberdaya manusia sebagai subjek maupun objek pembangunan, dan faktor korupsi penyelenggara negara sebagai akibat lemahnya sistem pengawasan dana pembangunan. Bagaimana mungkin kesenjangan bisa diatasi, meski sangatlah besar dana pembangunan yang kita miliki, bila pembangunan itu sejak awal direncanakan oleh mereka-mereka yang punya niat korupsi berjamaah, lalu pada pelaksanaannya terjadi kecoboran dan penyimpangan pada berbagai tingkatan di lapangan.  

Korupsi adalah momok penghalang kemajuan Indonesia di berbagai bidang.  Korupsi adalah biang penyebab kesenjangan yang makin melebar.  Kenapa SBY tidak berani menohok langsung ke inti persoalan, bahwa korupsi adalah penyebab kesenjangan sosial yang kian melebar? Jutaan rakyat tidurnya tidak nyenyak lantaran tidak makan , sebab uang negara yang seharusnya bisa menciptakan kesejahteraan bagi mereka di korupsi oleh maling-maling berdasi di DPR, Kementerian,  hingga Gubernur, Bupati, dan Walikota.

“Katakan tidak pada korupsi,” seharusnya itu menjadi tekad kita semua. Ayo bersama kita bisa, mencoba tidak lupa pada Koruptor yang mencalonkan diri menjadi bupati, walikota, gubernur atau wakilnya di Pilkada 2017.

Terkait dengan keadilan dalam bidang hukum,  SBY menyoroti sejumlah kasus besar yang merugikan rakyat namun masih mengendap di tangan aparat penegak hukum. SBY juga mensinyalir adanya sikap tebang pilih dalam proses penegakan hukum di Indonesia. “Sejumlah kasus besar berkategori terang, yang menurut rakyat pasti diproses secara hukum, nampaknya masih mengendap entah di mana. Sementara, kasus-kasus yang jauh lebih tidak signifikan menjadi prioritas. Terpulang siapa yang diperkarakan,”ujar SBY.

Dalam hal ini saya sangat setuju dengan pernyataan di atas. Sejumlah kasus besar seperti kasus Bank Century, Hambalang, Petral, dan 34 proyek pembangkit listrik mangkrak yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah itu harus dibongkar habis agar memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak boleh tebang pilih, siapa pun harus ditindak, termasuk keluarga dan kroni-kroni SBY sendiri bila terbukti terlibat. Bila hal ini bisa diselesaikan maka ada rasa keadilan bagi rakyat yang setia memberikan hasil keringatnya kepada negara, melalui pembayaran pajak.  Kita tunggu saja, bagaimana selanjutnya respon KPK setelah mendengarkan pidato politik SBY.

******

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun