Jalan panjang dan berliku dialami Antasari Azhar hingga akhirnya ia mendapatkan kebebasan murni lebih cepat enam tahun dari waktu yang seharusnya berkat grasi Presiden Jokowi pada 23 Januari 2017. Kasus Antasari adalah sebuah drama atau konspirasi politik yang melibatkan institusi-institusi negara, penguasa berstandar ganda namun menjadikan pencitraan sebagai panglima, dan konglomerat hitam yang menggigil ketakutan karena tengah dibidik oleh KPK terkait berbagai kasus yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Setelah Antasai mendapat grasi, tiba-tiba terdengar kabar Polri akan membuka kembali kasus lama itu berdasarkan laporan Antasari atas kejanggalan-kejanggalan kasus yang menimpanya. Terutama tentang SMS ancaman yang seolah-olah SMS itu dikirim oleh Antasari ke handphohe Nasrudin. Di dalam pesan itu dikatakan Antasari mengirim ancaman kepada Nasrudin. Mengungkap asal usul SMS palsu yang diperkirakan melibatkan server operator seluler itu memang sangat penting. Karena mengungkap SMS palsu itu bisa menjadi bukti bahwa kasus Antasari adalah sebuah rekayasa politik tingkat tinggi. Katakanlah asal usul SMS palsu itu dapat diungkap, cara apa yang bisa digunakan oleh Presiden Jokowi untuk memulihkan segera nama baik Antasari tanpa menimbulkan kegaduhan baru?
Berawal dari tertembaknya Nasrudin Zulkarnaen pada 14 Maret 2009 di dalam mobil sedan seuasai bermain golf di Padang Golf Modernland, Tanggerang. Bulan Mei 2009 Antasari ditetapkan sebagai tersangka atas kasus itu. Antasari dituding sebagai dalang pembunuhan Nasrudin, motifnya cinta segitiga antara Antasari, Nasrudin, dan Rani Juliani seorang caddy lapangan golf Modern Land yang juga istri ketiga Nasrudin. Namun, di persidangan motif cinta segitiga itu tidak pernah bisa dibuktikan.
Mungkin masih terbayang di benak pembaca tentang garangnya Antasari ketika memimpin KPK. Awalnya banyak yang meragukan Antasari memimpin KPK mengingat citra Kejaksaan saat itu sangat buruk. Namun Antasari mampu menepis segala keragu-raguan itu, banyak koruptor kakap di negeri ini menggigil setiap kali beliau muncul di konfrensi pers mengumumkan tersangka atas berbagai kasus yang ditangani KPK. Berkat dari citra Antasari ketika memimpin KPK, benih-benih kepercayaan publik terhadap lembaga anti korupsi super bodi itu tumbuh subur hingga sekarang.
Pada Rabu, 29 Oktober 2008, Antasari muncul lagi dalam sebuah konfrensi pers di KPK mengumumkan tersangka baru. “KPK telah menetapkan Aulia Pohan, Aslim Tadjuddin, Maman H Soemantri, dan Bun Bunan Hutapea sebagai tersangka. Ini bukan atas desakan pihak lain. Namun, semata-mata diambil berdasarkan sikap profesional KPK. Penetapan ini atas hasil penyidikan dan fakta-fakta di persidangan,” ujarnya. Aulia Pohan, besan Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat Presiden RI, menjadi tersangka. Kasus korupsi penyalahgunaan dana Bank Indonesia (BI) senilai Rp. 100 miliar, yang menjerat sejumlah nama pimpinan BI saat itu, pada akhirnya membuat besan SBY masuk penjara setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Rabu, 17 Juni 2009 menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara. Pada 14 Maret 2009 Nasrudin tewas tertembak di dalam mobilnya seusai bermain golf, dan pada Mei 2009 Antasari ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan dalang pembunuhan Nasrudin. Pada 11 Februari 2010 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lewat majelis hakim yang dipimpin oleh Herry Swantoro menjatuhkan vonis hukuman 18 tahun penjara bagi Antasari.
Muncul pertanyaan, adakah bukti yang sangat kuat dan tak terbantahkan untuk bisa membuktikan bahwa kasus Antasari direkayasa akibat KPK memenjarakan Aulia Pohan, besan SBY? Kalaulah misalkan itu ada buktinya, lalu apakah bisa dengan mudahnya membawa kasus ini ke pengadilan? Dikhawatirkan fitnahnya akan lebih besar ketimbang kebenaran. Kegaduhan yang tidak perlu harus dihindari karena pada akhirnya sebuah kegaduhan politik itu tidak pernah memberi manfaat bagi masyarakat.
Membuka kembali kasus Antasari sangatlah sulit, hampir bisa dikatakan sebagai “upaya menegakkan benang basah”. Namun membiarkan begitu saja Antasari dalam kebebasannya menyandang embel-embel “mantan narapidana kasus pembunuhan” juga terasa tidak adil karena dia sesungguhnya menjadi korban kriminalisasi, sebuah rekayasa busuk yang membohongi rakyat . Kita sepakat bahwa kasus Antasari penuh dengan rekayasa, jauh dari rasa keadilan bagi yang masih punya hati nurani. Untuk memulihkan nama baik Antasari harus diupayakan tidak menimbulkan kegaduhan baru. Kasihan institusi Polri yang kini mulai berubah ke arah yang benar harus berdiri lagi pada posisi yang serba salah. Harus ada tindakan khusus dari Presiden Jokowi sebagai jalan keluarnya agar tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.
Seharusnya Presiden Jokowi memberikan garasi demi hukum kepada Antasari, bukan grasi biasa karena permohonan yang diajukan oleh Antasari dan kuasa hukumnya. Grasi demi hukum bisa diberikan Presiden untuk membebaskan Antasari dari embel-embel “mantan narapidana kasus pembunuhan berencana”, karena menyadari adanya ketidakadilan dalam proses peradilannya. Bukankah subsatansi dasar membuka kembali kasus Antasari itu bertujuan untuk membersihkan namanya? Soal siapa yang mendholiminya, mari kita doakan saja semoga Tuhan menghukumnya, membuka aibnya, dan kita tidak perlu gaduh dan jangan sampai menebar memfitnah karena memperturuti nafsu amarah.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H