Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhirnya resmi mengusung Pasangan Ahok-Jarot sebagai Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti.
Seperti yang telah diprediksi oleh banyak pengamat, berat bagi PDIP untuk melepaskan Ahok begitu saja untuk diusung oleh partai lain guna ditarungkan dengan Risma atau kader lainnya. Elektabilitas, kinerja nyata, dan sinergi pemikiran Ahok dengan Presiden Jokowi jadi bahan pertimbangan penting bagi Megawati dan Petinggi PDIP lainnya.
Riak-riak ombak politik Jakarta akhir-akhir ini tampak jelas mengerucut terarah pada visi, misi, dan ideologi PDIP sebagai partai berhaluan nasionalis yang menentang politik SARA. Semakin kuat isu SARA dimainkan oleh lawan-lawan politik Ahok maka semakin mendekatkan Ahok pada PDIP. Strategi “menguji riak air” yang dijalankan PDIP berjalan dengan baik, dan mungkin PDIP saat ini telah memetakan siapa kawan dan siapa lawan sesunguhnya di Pilkada DKI 2017 nanti, dan mungkin juga akan menjadi pedoman dalam Pilpres 2019 nanti.
Polarisasi “Dukung Ahok” dan “Tolak Ahok” terlihat sangat tajam. Setelah PDIP resmi menyatakan sebagai pengusung utama Pasangan Ahok-Jarot maka peta politik Jakarta tidak otomatis akan berubah. Bisa jadi akan terulang lagi nuansa seperti suasana Pilpres yang lalu. Ketegangan yang dipicu oleh kepentingan pragmatis dengan memainkan isu SARA akan menemukan momentumnya yang krusial bagi pertarungan “Nasonalis” versus “Agama”. Dalam situasi seperti ini maka riskan bagi partai nasionalis seperti Gerindra untuk larut dalam pertempuran terbuka merebut DKI 1. Dalam logika waras: Gerindra tidak akan ikutan menggali kubur bagi partainya sendiri.
Manuver politik Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PPP mungkin akan mencari celah bagaimana caranya “meraih keuntungan” lewat Pilkada DKI 2017 guna kepentingan Pileg 2019 nanti. PDIP harus berhati-hati dengan isu SARA yang akan dimainkan secara tersembunyi oleh partai yang memiliki idelogi “nasionalis-agama” yang berpijak pada dua kaki, siapa pun yang menang maka ia juga akan ikut menang. Targetnya PDIP, bukan Ahok sebagai petanaha. “Menghujat Ahok” untuk meyakinkan para calon pendukungnya di tahun 2019 nanti bahwa merekalah partai yang memperjuangkan aspirasi mereka yang menolak Ahok karena faktor dua minoritasnya.
Mungkin Hidayat Nur Wahid akan dimunculkan kembali. Bisa jadi dipasangkan dengan Sandiaga Uno. Lawan yang masuk diakal guna ditandingkan dengan pasangan Ahok-Jarot bukan sosok politikus yang baru muncul seperti Sandiaga Uno. Hidayat Nur Wahid mungkin akan menjadi alternative mengingat pada Pilkada DKI sebelumnya punya pemilih yang cukup signifikan. Kalau pun disandingkan dengan Sandiaga Uno faktor pertimbangannya “jumlah kursi Gerindra” di DPRD DKI Jakarta. Bagaimana peluang Yursil? Tidak tertutup kemungkinan. Atas pertimbangan banyak hal, mungkin Gerindra cenderung mengusung pasangan Sandiaga- Yusril, itu pun seandainya Yusril bersedia dicalonkan sebagai calon Wakil Gubernur DKI.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H