Baru kali ini ada seorang pejabat publik di republik ini yang berani menyerang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara terbuka. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok adalah orangnya. Ahok bilang “BPK Ngaco”, mengundang kontroversi di sana-sini. Di satu sisi sikap ini mencermin kemarahan Ahok atas cara kerja BPK dalam melakukan audit investigasi terhadap kasus Sumber Waras. Sedangkan di sisi lain hal ini mencerminkan bahwa ada persoalan etika dan moral di dalam tubuh BPK yang telah lama dipersoalkan banyak pihak. Selama ini persoalannya tidak meledak ke publik, dan lebih bayak dipersoalkan di DPR atau dibahas oleh kalangan tertentu.
BPK menjadi semakin penting untuk disorot lebi jauh mengingat upaya pemberantasan korupsi semakin meningkat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah salah satu lembaga yang mengandalkan hasil kerja BPK dalam menyelidiki berbagai kasus korupsi yang melibatkan penyelengggara Negara. Bila hasil pelaporan BPK tidak sesuai dengan harapan betapa banyak masalah korupsi yang tidak bisa dibongkar tuntas, betapa banyak para pejabat yang merasa terzholimi akibat kelakuan auditor BPK yang tidak independen atau memiliki konflik kepentingan?
Terlepas persoalan apakah Ahok bersalah atau tidak, aroma busuk cara-cara auditor BPK bekerja di lapangan harus dikuak lebar-lebar. Mudah-mudahan bukan cuma Ahok pejabat yang berani mengkritik BPK secara terbuka. Para pejabat BUMN, para gubernur/bupati/walikota atau para pejabat institusi manapun harus berani mengkritisi cara-cara kerja BPK dalam mengaudit laporan keuangan atau dalam menginvestigasi suatu dugaan kecurangan. BPK sejauh ini seakan jauh dari kritik, jauh dari kontrol publik karena para penyelenggara negara kalau sudah diinvestigasi oleh BPK biasanya keburu panik dan cenderung menutup-nutupi masalahnya meski sebetulnya tidak ada sesuatu hal yang salah telah dilakukannya.
Kalau soal skill melakukan audit atas suatu laporan keuangan atau audit investigasi kemampuan auditor BPK secara rata-rata tidak perlu diragukan. Namun mereka juga manusia, bekerja memeriksa sesuatu yang sifatnya rahasia, terkait juga dengan tugas-tugas menyelematkan harta kekayaan negara, tentunya sangat rawan dari godaan “damai di tempat” dari pihak yang betul-betul bersalah, dan juga rawan ditunggangi oleh kepentingan tertuntu karena tidak mampu menjaga independensi dalam melaksanakan tugasnya. Sama halnya petugas pajak, auditor BPK juga perlu pengawasan ketat secara internal maupun secara ekternal.
Dalam melakukan investigasi kasus Sumber Waras telah jelas bahwa auditor yang bertanggung jawab dalam melakukan investigasi itu tidak independen, memiliki konflik kepentingan. Sebaiknya BPK tidak perlu terlalu sibuk membela diri dalam kasus Sumber Waras. Kalau memang ada oknumnya yang bermain diakui saja sebagai suatu kesalahan. Lebih dari itu bahwa BPK harus introspeksi diri bahwa BPK secara internal harus dibenahi. Etika dan moral para auditor harus tetap dikontrol, independensi harus ditegakan agar betul-betul kredibel dan dipercaya oleh publik. Ada baiknya KPK juga menindak auditor BPK yang nakal. Dalam kasus Sumber Waras, auditor BPK yang terlibat seharusnya juga dipanggil dan diperiksa oleh KPK.
******
[caption caption="Sumber Ilustrasi: cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2016/04/12/171/1100322/dituding-ngaco-ketua-bpk-tantang-ahok-di-pengadilan-lSx.jpg"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H