Revisi UU No.30/2002 yang draftnya tengah dalam pembahasan di DPR dinilai banyak pihak berpotensi melemahkan KPK. Bagaikan gelinding bola salju yang kian membesar, gelombang penolakan oleh berbagai lapisan masyarakat menjadi suatu kekuatan yang menekan siapa saja yang berupaya melemahkan KPK. Pemerintah dan DPR harus membuka matanya lebar-lebar bahwa gelombang penolakan ini merupakan harapan publik. Harapan yang didasarkan pada kepuasan atas kinerja KPK selama ini dan juga ekspetasi atau harapan yang besar untuk ke depannya, dari rakyat kepada lembaga KPKÂ sebagai lembaga anti rasuah yang sangat dipercaya oleh rakyat Indonesia.
Tidak ada lembaga di negeri ini yang mendapatkan dukungan dan pembelaan yang begitu besar dari rakyat kecuali KPK. Tidak juga lembaga DPR yang notabene merupakan lembaga penampung dan penyalur aspirasi rakyat. Hal ini menyangkut kepercayaan dan apresiasi masyakat terhadap apa yang telah mereka kerjakan selam ini. DPR RI seharusnya berkaca diri, kenapa KPK lebih dicintai rakyat ketimbang DPR?
KPK lahir di awal Reformasi, sebagai realisasi dari amanat reformasi. Sementara Kepolisian dan Kejaksaan dalam kondisi yang belum memungkinkan untuk menjadi motor penggerak pemberantasan korupsi di Indonesia yang telah membudaya begitu lama lalu dibentuklah lembaga ad hoc yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai payung hukumnya lahirlah Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Kelahiran bayi super bodi ini awalnya disambut dengan sikap antara pesimis dan optimis, mengingat begitu besar tantangan yang akan dihadapi lembaga ini.
Ketika Antasai Ashar mulai memimpin KPK, dia yang awalnya dipandang kurang bertaji untuk memimpin KPK tiba-tiba menghadirkan banyak kejutan. Setiap Antasari muncul ke publik mengumumkan siapa pelaku korupsi yang jadi tersangka hari itu, setiap itu pula muncul di benak publik tentang hadirnya harapan sebuah keadilan di republik ini.
Rakyat yang senang, namun para koruptor jadi merinding ketakutan. Kasus demi kasus korupsi terungkap, kiprah KPK membuat para politisi panik. Kedigjayaan Antasari sebagai Ketua KPK berakhir tragis ketika dia tersandung kasus yang tergolong abu-abu, dituduh melakukan pembunuhan berencana terhadap sahabatnya sendiri.  Babak baru kriminalisi KPK mulai hadir, dan terus berlanjut hingga ke periode Abraham Samad dan kawan-kawan. Siapa yang mengkriminalisasi KPK?
Para pelaku korupsi itu ada di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan swasta. Kasus korupsi adalah kasus penyalahgunaan wewenang dan jabatan oleh para penyelenggara negara, Â dan ada unsur kerugian negara di dalamnya. Pihak swasta jadi ikut terlibat karena ada benang merahnya dengan oknum di eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif. Ada persekongkolan, ada proyek-proyek fiktif atau yang diselewengkan (mark up, ijon, dll), ada gratifikasi dan ada tindak pidana pencucian uang. Semua yang pernah tersentuh KPK berpontensi mengkriminalisasi KPK.
Ketika upaya pelemahan KPK mulai berhembus dari mulut para politisi Senayan maka tidaklah mengherankan kalau muncul persepsi di mata publik bahwa DPR adalah kawan dan sekaligus lawan bagi KPK. Kriminalisasi KPK terlihat begitu nyata namun ketika ditelusuri lebih jauh seperti sebuah ilusi. Tangan-tangan kekuasaan yang tersembunyi bermain, berupaya menjinakkan dan melumpuhkan kekuatan KPK. Namun upaya mereka terbentur oleh suara publik yang peduli dan setia melindungi KPK. Â
Siapa pun boleh bermain atau bersembunyi tangan dalam upayanya melemahkan serta mengkriminalisasi pimpinan dan penyidik KPK. Selagi kinerja KPK benar dan tidak tebang pilih maka dukungan terhadap lembaga KPK akan terus mengalir. Wahai para penyelenggara negara, jangan ada dusta di antara kita. Jangan ada dusta dengan rakyatmu. Perkuat terus KPK, dan jangan dulu dibubarkan sebelum korupsi hapus dari bumi Indonesia. Hanya para koruptor yang menginginkan pelemahan KPK!
*****
Sumber Ilustrasi:
http://gambar.radarpena.com/mei/images/pelemahan%20kpk.jpg
[caption caption="Sumber Ilustrasi: http://gambar.radarpena.com/mei/images/pelemahan%20kpk.jpg"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H