Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revisi UU KPK Bermaksud Melemahkan KPK

13 Februari 2016   15:23 Diperbarui: 13 Februari 2016   15:42 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inisiatif revisi UU nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asalnya dari DPR RI. Revisi itu diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi, yaitu: Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, dan Fraksi PKB. Keenam faksi di DPR menyerahkan darf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU Nomor 30/2002 tentang KPK kepada Badan Legislasi DPR, pada Selasa (06/10/2015). Dalam draf revisi tersebut diusulkan sejumlah pasal dan ayat diubah.

Substansi isi revisi yang diusulkan mencakup empat poin, yakni: a) Dibentuk dewan pengawas KPK b) Soal kewenangan KPK dalam mengeluarkan surap perintah penghentian penyidikan (SP3)  c) Kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum  d) Pengaturan penyadapan oleh KPK. Sejumlah pasal dan ayat yang diusulkan diubah mengundang banyak pendapat atau komentar. Banyak yang menolak karena intinya menilai itikad DPR merevisi UU KPK sebagai upaya pelemahan, bukan untuk penguatan KPK.

Berikut ini beberapa rangkaian usulan yang dianggap melemahkan KPK:

1) KPK tak berwenang melakukan penuntutan (usulan Pasal 7 huruf d).

Dalam Pasal 6 huruf c UU No.30 Tahun 2002, disebutkan “KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.”

2) Penuntut adalah jaksa yang berada di bawah lembaga Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh KUHP untuk melakukan penuntutan melaksanakan penetapan hakim (usulan Pasal 53 (1) KPK tidak memiliki penuntut).

Dalam pasal 51 (1) UU Np.30 Tahun 2002 disebutkan, “Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangka dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.  Pasal 39 ayat (3) menyebutkan, “Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi.  

3) KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari ketua pengadilan negeri (usulan Pasal 14 Ayat 1 huruf a).  

Dalam Pasal 12 (1) huruf a UU No.30 Tahun 2002 disebutkan, “Komisi Pemberantasan Korupsi berwenamg melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

4) KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi (Pasal 6 huruf c UU No.30 Tahun 2002). Berarti KPK menjalankan tugas kepolisian dan kejaksaan dalam melakukan penindakan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Dengan menghilangkan kewenangan KPK melaklukan penuntutan berarti DPR menginginkan agar KPK hanya mengambil alih tugas Bareskrim Polri dalam kasus tindak pidana khusus (korupsi).

Usulan menghilangkan wewenang KPK dalam penuntutan ini bertolak belakang dengan dasar-dasar pemikiran pendirian KPK dimana lembaga ini diharapkan bisa menjadi lembaga anti rasuah  yang mampu bekerja secara efektif dan efisien. Menyatukan tugas-tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan bukan semata karena ketidak-siapan kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi skala besar. Tindak korupsi yang melibatkan para pejabat eksekutif dan legislatif bahkan yudikatif, para pengusaha, dan para politisi partai.  

Menyatukan tugas-tugas ini juga dalam rangka menghadirkan efektifitas penindakan dan pencegahan tindak pidana korupsi yang telah membudaya, terstruktur dan massif di berbagai lembaga pemerintahan. Memisahkan tugas-tugas penyelidikan penyidikan dengan penuntutan menunjukkan bahwa DPR menginginkan KPK yang lemah adanya. Kalau ngotot ingin dipisahkan kenapa tidak dibubarkan saja sekalian, dan serahkan semuanya pada kepolisian dan kejaksaan. KPK bukan cuma reskrim tindak pidana khusus tetapi ia juga memiliki tugas negara untuk menindak, mencegah, menuntut dan merampas barang-barang hasil korupsi.

Masih banyak lagi yang harus dipelajari dan disimak serta diketahui oleh masyarakat terkait usulan revisi UU KPK. Hilangkan dulu citra DPR RI sebagai lembaga yang korup, baru berbicara tentang revisi UU KPK. Merevisi UU Tipikor jauh lebih bermanfaat bila betul-betul ingin memperkuat KPK. Jangan percaya dengan akal-akalan DPR, hanya koruptor yang tidak menginginkan adanya lembaga anti rasuah yang kuat di Indonesia.

*******

Sumber Ilustrasi:

https://assets.kompas.com/data/photo/2013/08/20/150403820130403-123846780x390.JPG

[caption caption="Sumber Ilustrasi: https://assets.kompas.com/data/photo/2013/08/20/150403820130403-123846780x390.JPG"] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun