Ada beberapa poin kesamaan pada kasus pembunuhan Mirna dan Munir. Mirna dan Munir keduanya meninggal akibat diracun. Mirna dinyatakan meninggal dan di dalam tubuhnya ditemukan Natrium Sianida dengan konsentrasi 15 mg/cc darah. Sedangkan Munir meninggal karena diracun menggunakan arsenik dengan kadar 0,031 mg/cc darah. Munir meninggal di atas pesawat dalam perjalanan menuju ke Amsterdam, Belanda beberapa jam setelah pesawat bertolak dari Bandara Changi. Sedangkan Mirna dinyatakan meninggal saat di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat sekitar satu jam setelah menenggak minumannya di kafe Oliver.
Keduanya meninggal setelah menenggak minuman yang telah dibubuhi racun. Mirna meninggal setelah meminum es kopi Vietnam di kafe Oliver pada 6 Januari 2016. Sedangkan Munir, sesuai dengan informasi persidangan, diracun oleh Pollycarpus saat bertemu dan minum bersama di Coffee Bean Bandara Changi Singapura pada 7 September 2004.
Kematian Mirna, saat ini menempatkan Jessica sebagai tersangka. Meski belum disidangkan dan belum ada vonis yang memiliki kekuatan hukum tetap, setidaknya telah ada bayangan siapa pelaku yang diduga kuat melakukannya. Sedangkan dalam kasus Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara pada 20 Desember 2005 atas pembunuhan aktivis HAM Munir.
Pelaku dan terduga pelaku sama-sama membantah telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Pollycarpus berkali-kali membantah soal tuduhan yang dikenakan kepadanya, perbuatan membubuhkan racun ke minuman Munir di Bandara Changi. Demikian juga Jessica, hingga saat ini dia masih bersikukuh membantah telah memasukkan racun ke dalam es kopi Vietnam yang diminum Mirna. Kedua kasus ini juga memiliki kesamaan, tidak seorang pun yang melihat bagaimana racun itu masuk ke dalam minuman. Tempat kejadiannya juga serupa, sama-sama di ruang publik.
Perbedaannya adalah Munir Said Thalib dibunuh karena aktivitasnya di Lembaga Pemantau Hak Azasi Manusia Indonesia Imparsial. Namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa Orde Baru, dan membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Sedangkan Wayan Mirna Salihin namanya justru melambung setelah ia tewas terbunuh sehabis menenggak es kopi Vietnam di kafe Oliver, Grand Indonesia.
Jadi kesamaan kasus ini adalah sama-sama menggunakan racun, sama-sama dibantah oleh pelaku atau terduga pelakunya, sama-sama tidak ada yang melihat pelaku memasukkan racun ke dalam minuman, pelaku dan korban sama-sama bertemu dan duduk minum di ruang publik. Apakah semua kesamaan ini kebetulan adanya?
Sianida dan arsenik biasanya “mainan” orang-orang intelijen. Sulit membayangkan bahwa kasus pembunuhan Mirna dilatar-belakangi oleh sesuatu yang sifatnya sangat rahasia, politis atau setaranya. Namun sekecil apa pun kemungkinan itu bukanlah suatu hal yang mustahil adanya. Betapa pentingnya mengetahui motif si pelaku dalam kasus pembunuhan Mirna.
*****
Sumber Ilustrasi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H