Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Dialog Burung Gereja dan Merpati

24 Januari 2016   22:55 Diperbarui: 24 Januari 2016   23:28 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu Minggu siang yang cerah, di suatu sudut kota Batam,  seekor Burung Gereja tiba-tiba hinggap di sebuah pohon yang ada sangkar Merpati.  Ada seekor Merpati di sana dan melihat kedatangan si Burung Gereja.  Keduanya saling menatap, dan Merpati menyapa terlebih dahulu. Katanya: “Wahai saudaraku, apa kabarmu hari ini? Sudahkah kau dapatkan makananmu hari ini?”

“Begitulah saudaraku, nasib kami si kecil ini tidaklah seberuntung seperti dirimu. Sedari pagi hingga ke siang ini kami harus berpencar dan bekerja keras untuk mencari makanan hari ini dan juga untuk anak-anak kami yang berada di sangkar,” jawab si Burung Gereja.

“Engkau salah mengira saudaraku. Nasib kami si Burung Merpati tidaklah sebaik yang engkau duga. Makanan memang tidak sulit bagi kami, karena tuan yang memelihara kami memberikan makanan yang berlebih. Tetapi tidakkah engkau tahu bahwa sesungguhnya tak bahagia, kami dipelihara hanya untuk jadi alat kepuasan mereka, dan kalau sudah bosan lalu dipotong dan dijadikan sop,” ujar si Burung Merpati dengan nada sedih.

“Bersyukurlah dengan nasib baik dan buruk yang kita terima.  Kita hanya menjalani takdir hidup ini, semuanya pasti berjalan menuju kematian.  Tidakkah engkau bangga dengan peran besar nenek moyangmu dalam peradaban manusia?  Kalian telah menjadi sejarah besar dalam peradaban dunia. Menjadi penghubung dikala perang, pembawa kabar penting sejauh ratusan kilometer, dengan kecerdasan dan kesetiaan kalian telah mampu memberikan manfaat besar bagi manusia.  Sedangkan kami si Burung Gereja? Hanya dianggap sebagai pengganggu kenyamanan manusia.  Beruntung rasanya kami dibiarkan tetap hidup dan berkembang biak tanpa harus diburu-buru oleh apa pun,” ujar si Burung Gereja.

“Benar saudaraku, kita harus senantiasa mensyukuri anugrah hari. Namun sebebas-bebas kami tetaplah makhluk yang terkekang.  Apalah arti sebuah sejarah besar di masa lalu, jika di masa kini kami diperlakukan tak ubahnya seperti budak.  Engkau lihat saudara-saudaraku, mereka sering dijadikan bahan aduan. Diperlombakan tanpa rasa kasihan,  hanya untuk kepuasan manusia. Sedangkan engkau, meski harus bekerja keras untuk bertahan hidup namun kalian merasakan nikmat kebebasan, sebebas-bebasnya!” kata si Burung Merpati.

“Pilihan hidupmu ada di tanganmu. Bukankah kalian punya kesempatan untuk bebas, meninggalkan sarang ini dan menemukan kehidupan di dalam hutan sana? Saudaraku, jika itu yang menjadi masalahmu maka terbanglah dan jangan lagi kembali ke sarang ini!” kata si Burung Gereja.

“Pernah hal itu kusampaikan kepada saudara-saudaraku di sangkar ini. Namun mereka menolak, karena mereka merasa puas tidak perlu bersusah payah mencari makanan. Mana mungkin aku kabur sendiri, sekiranya ada Merpati jantan yang mau menemaniku masuk ke hutan pasti hal itu sudah kulakukan,” ujar si Burung Merpati.

“Kalau begitu bertelurlah sebanyak-banyaknya, erami dan tetaskan. Bila kelak mereka telah besar engkau ajarkan mereka terbang menuju ke alam kebebasan. Bersamanya engkau tak sendiri lagi,   ajari mereka bagaimana caranya menjadi mandiri!” kata si Burung Gereja. Tak berapa lama kemudian si Burung Gereja pamit dan terbang menuju ke rumput, mencari makanannya di sana.

*****

 Batam, 2016.

    

Sumber Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun