terdengar bisik-bisik lirih dalam gubuk di bawah jengkol
sepasang insan tengah bercerita tentang bulan purnama
“andai bisa kakang ambilkan bulan itu dik,”kata si lelaki
“tak perlu kang, dirimu jauh lebih indah,” kata si wanita
“tapi kenapa kau selalu memandanginya?” kata si lelaki
“kubayangkan betapa lembut sinarnya menyinari hati,”
“apakah kelembutan itu seperti sebuah kasih sayang?”
“tidak tahu kakang, terasa teduh jiwaku menatapnya,”
“baiklah dik, ‘kan kutanyakan kepada burung pungguk,”
“adik bukan seperti pungguk yang merindukan bulan,”
“sebetulnya apa yang adik pikirkan?” si lelaki cemburu
si wanita tak menjawab, matanya menerawang ke bulan
terdengar suara musik dangdut di warung remang-remang
beberapa laki-laki tertawa terbahak-bahak sambil berjoget
entah berapa banyak botol kosong bekas bir yang tergeletak
dua wanita muda menemani mereka menghabiskan malam
“kang, izinkan adik bekerja di warung minuman pak Sutija,”
“apa? adik mau bekerja di warung tempat lelaki mabuk itu?”
“iya kakang, kita harus mencari duit banyak untuk modal,”
lelaki itu terlihat lemas mendengar jawaban pacar barunya
dunia malam, dunia remang-remang, dunia pengharapan
dunia misteri yang disinari rembulan dari ketinggian sana
semakin larut semakin menggoda semakin menggairahkan
seorang wanita menerawang ke bulan, merindukan apinya!
*******
Batam, 2015.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI